“I don’t like bullies”, melalui kalimat ini rasanya cukup menggambarkan ide utama dari cerita Central Intelligence. Ya, film ini mengangkat permasalahan bullying sebagai latar belakang si tokoh utama, Bob Stone yang diperankan oleh Dwayne Johnson. Di awal film, Bob yang memiliki nama asli Robbie Weirdicht adalah seorang pria gendut yang menjadi bahan olokan dan tertawaan oleh teman-temannya saat SMA. Namun film ini tak berfokus pada perlakuan yang diterima Bob oleh para anak-anak Central High School angkatan 1996 tersebut. Buktinya hanya ada satu momen yang diperlihatkan, yaitu saat Bob digiring ke gym dalam keadaan telanjang. Telanjang karena ia sedang mandi di sekolah. Iya, bener kok, mandi di sekolah. Parahnya di dalam gym sedang dilangsungkan acara pemberian gelar murid teladan, atau jika merunut dari film, “most likely to success” (ya kira-kira begitu), untuk Calvin “The Golden Jet” Joyner yang diperankan oleh Kevin Hart. Di sinilah momen yang paling memalukan dalam hidup Bob terjadi. Seorang lelaki gendut dan telanjang sedang ditertawakan oleh teman-teman satu angkatannya. Hanya Calvin yang mencoba membantunya dengan memberi Bob jaket untuk menutupi tubuhnya. 20 tahun berselang, mereka dipertemukan kembali dengan cara yang menggelitik, Facebook. Awalnya Calvin sedang melihat event reuni SMA-nya di Facebook ketika tiba-tiba ada akun dengan nama Bob Stone di ‘friend request’. Karena penasaran, akhirnya ia menambahkan Bob sebagai temannya setelah melihat tulisan Central High School di profilnya. Mereka pun memutuskan untuk bertemu di sebuah bar. Selanjutnya ya seperti dugaan kita, Bob adalah Robbie Wierdicht yang telah berubah menjadi pria berotot dan gagah. Bob ternyata punya maksud lain dari ajakannya untuk bertemu dengan Calvin. Ia membutuhkan kemampuan Calvin untuk membantunya dalam membuka akses sebuah situs lelang ilegal para teroris. Hingga pada akhirnya Calvin mengetahui bahwa Bob adalah seorang agen CIA yang sedang menjadi buronan. Dari sinilah cerita Central Intelligence yang sebenarnya terjadi. Selanjutnya mungkin kalian bisa membayangkan ketika seorang Dwayne Johnson sudah dilabeli sebagai seorang agen. Ada satu hal yang membuat saya cukup kagum dengan Dwayne di film ini. Ia seolah membuktikan kapabilitasnya sebagai aktor yang patut diperhitungkan, ya setidaknya untuk lima hingga sepuluh tahun ke depan. Melalui film ini, Dwayne seolah merubah stigma orang berotot tak bisa berperan sebagai manusia bodoh dengan kepribadian yang ceria dan lucu, seperti yang terjadi di tahun 80 hingga 90-an. Meski di awal ia terbantu dengan CGI yang membuat badannya menjadi gemuk, toh dalam beberapa adegan ia bisa menghasilkan tawa dari aktingnya. Sayangnya, ini adalah film komedi laga. Jadi memang tetap ada adegan-adegan aksi yang biasa kita lihat di film-filmnya Dwayne Johnson. Padahal ini adalah kesempatan besar kita melihat Johnson sebagai karakter yang bisa membuat kita tertawa. Ya, kapan lagi ia menjadi bintang utama sebuah film komedi seperti ini, ya kan? Selain Johnson, film ini juga bertumpu sepenuhnya dalam kemampuan Kevin Hart. Untuk urusan berkomedi, sudah sepatutnya kita percaya pada Hart. Reputasinya di bidang komedi sudah dikenal karena ia mengawali karirnya sebagai komedian sebelum terjun ke ranah seni peran. Bagi yang masih asing boleh coba dilihat di Youtube, karena banyak fans dari luar Amerika yang mengenal Hart dari platform tersebut. Hart jelas berperan besar dalam menghasilkan tawa, namun untungnya film ini tak bergantung dengan satu bentuk komedi saja. Ada juga penyegaran dari lelucon-lelucon trivia ala komedi observasi yang mengarah ke beberapa referensi film, atau yang lebih konyol seperti pemilihan nama Weirdicht. Meski pada akhirnya ekspresi dan gerak-gerik Kevin memamng menjadi jalan keluar yang mudah dalam mengundang tawa. Chemistry dari Johnson dan Hart terasa cukup baik di sepanjang film. Hal ini sangat membantu untuk menutupi penulisan cerita yang menurut saya jauh dari kata istimewa. Ide membuat film ini menjadi action-comedy sebenarnya sah-sah saja, namun rasanya segala hal tentang CIA seolah-olah hanya bertujuan agar tak kehilangan pesona utama Dwayne Johnson saja. Padahal jika melihat beberapa adegan, seperti contohnya saat Bob menyamar sebagai dokter terapi untuk Calvin, ia bisa melakukan itu dengan luwes. Dalam kata lain, sebenarnya Central Intelligence punya potensi bahwa mereka bisa baik-baik saja walaupun tanpa adegan tembak menembak. Terlepas dari perihal komedi, hal yang paling menarik dari keseluruhan film adalah tentang bullying dan reuni. Film ini menempatkan perihal bully sebagai pembuka sebuah cerita besar. Sutradara Rawson Marshall Turber dengan gamblang memberikan kesan bahwa bully bisa menyebabkan trauma yang mendalam terhadap seseorang.
Mudahnya, meski Bob telah berubah memiliki badan seorang pegulat profersional, tapi dia tetap merasa minder dan inferior ketika bertemu dengan orang yang pernah mempermalukannya dulu. Namun karena bully jugalah Bob termotivasi untuk berubah. Baik itu secara penampilan maupun sifat. Selain itu, apa yang terjadi dengan Calvin adalah sesuatu yang mungkin akan (atau pernah) kalian alami. Ya, Calvin “The Golden Jet” Joyner, orang yang paling sukses dan menjadi panutan di angkatannya, nyatanya hanya bekerja sebagai orang kantoran biasa tanpa karir yang megah. Jauh dari harapan yang dipikulnya ketika saat di SMA. Jadi ya wajar jika ada yang bilang, “hidup itu seperti roda, selalu berputar”. Klise, tapi memang itulah yang terjadi. Lucunya, dua orang yang “roda hidupnya” telah berputar ini dipertemukan lagi yang diawali oleh reuni. Yang digambarkan oleh Rawson memang sangat jelas bagaimana mereka awalnya ragu untuk datang ke sebuah acara reuni, Bob memiliki trauma dan Calvin merasa minder. Pernahkah kalian merasakannya? Maka dari itu, mumpung kita berada di bulan Ramadhan, menurut saya menonton film ini salah satu pilihan yang tepat. Karena sesungguhnya bulan Ramadhan adalah bulan yang penuh reuni, kan? Overall: 7.2/10 - Kutu Kasur
0 Comments
HBO telah merilis judul dan waktu tayang dari 2 episode terakhir Game of Thrones season ini. Dan nampaknya pertempuran yang ditunggu-tunggu antara Ramsay Bolton dan Jon Snow akan segera terwujud dan berlangsung epic.
Sementara itu, episode finale season ini akan menjadi episode terpanjang dalam sejarah penayangan Game of Thrones. Episode 9 berjudul 'Battle of the Bastards' akan berlangsung selama 60 menit, sedangkan episode 10, 'The Winds of Winter' akan berdurasi 69 menit. Sumber: telegraph.co.uk - Kutu Butara Kenneth Choi, aktor berusia 44 tahun ini telah memastikan akan turut berperan dalam film Spider-Man: Homecoming. Dia akan bergabung dengan beberapa aktor lainnya seperti Tom Holland, Robert Downey Jr., Marisa Tomei, dan Zendaya Coleman untuk film produksi Marvel ini.
Meski belum diketahui karakter apa yang akan diperankannya, kabarnya Choi akan berperan sebagai kepala sekolahnya Peter Parker. Choi mulai dikenal ketika ia berperan sebagai Justin Lin di serial Sons of Anarchy. Namanya semakin familiar ketika ia hadir di The Wolf of Wall Street (2013) dan serial American Crime Story: The People vs O.J. Simpson. Uniknya, ia juga pernah berperan dalam Captain America: The First Avenger sebelumnya. Spider-Man: Homecoming yang disutradarai oleh Jon Watts akan rilis pada 7 Juli 2017 mendatang. Sumber: thewrap.com - Kutu Kasur Vera Farmiga dan Patrick Wilson kembali menjadi dynamic duo andalan James Wan untuk memerankan pasangan paranormal, Ed dan Lorraine Warren dalam sekuel film horror "mainstream" yang turut mengangkat tinggi nama sang sutradara, "The Conjuring".
The Conjuring 2 merupakan panggung utama bagi James Wan untuk mencurahkan pemikiran detailnya mengenai sebuah film horror yang "megah". Musik latar nan mencekam tetap menjadi andalan, begitupun akting dari Vera Farmiga dan Patrick Wilson, namun kredit luar biasa tentunya harus saya berikan pada teknik pengambilan gambar dan movement kamera yang membuat The Conjuring 2 merupakan salah satu film horror yang menghadirkan sensasi "step in the shoes of the actor" terbaik. Menyaksikan film ini seolah seperti menyaksikan beberapa film horror sekaligus dan turut berada dalam filmnya. Amityville Horror, Poltergeist, The Excorsist dan (sedikit) Evil Dead merupakan sensasi gabungan yang saya rasakan ketika menyaksikan film ini. Teknik pengambilan First Person yang rapih membuat sensasi mencekam yang nyata bagi penonton. Script yang ditulis pun cukup terstruktur, momen jumpscare yang sebetulnya "monoton" dikemas dengan baik sehingga tetap membuat seisi studio berteriak ala fan girl melihat idola nya telanjang dada memamerkan tubuh kotak-kotak. Catatan saya bagi film ini, yaitu hanya beberapa adegan yang terasa melompat-lompat ketika permulaan dan(lagi-lagi)durasi yang terlalu panjang membuat film sempat kehilangan sentuhan di pertengahan cerita, yang membuat saya sempat(hampir)tertidur di pertengahan film. Namun selebihnya, The Conjuring 2 deserves a hats off. Kengerian yang ditawarkan begitu "komplit". Musik latar, kostum, sinematografi, jumpscare moment, The Demon, hingga segala properti dipersiapkan secara detail dan matang. Bagi saya, The Conjuring 2 merupakan tambahan fondasi bagi James Wan dalam resume nya, untuk pengukuhan namanya sebagai "Steven Spielberg" untuk film bertema horror mainstream. Memang secara keseluruhan cerita, film ini tidak sempurna. Banyak plot yang berlubang dan konklusi cerita yang sedikit membuat saya bergumam "Lah, gini doang nih?" Namun terlepas dari itu semua, tujuan saya menyaksikan film ini adalah untuk mendapatkan suasana horror, dan James Wan sukses menyampaikannya kepada penonton. Meskipun dari segi cerita saya hanya akan memberikan nilai 6, namun pada akhirnya seluruh elemen pendukung film ini membuat saya memberi nilai 8 dari 10. - Kutu Klimis Mengambil setting Indiana 1980-an, Stranger Things bercerita tentang seorang anak yang hilang secara aneh, dan sang ibu harus melawan 'pasukan' misterius untuk mendapatkannya kembali. Serial ini mengusung genre drama horror thriller dan akan dibintangi Winona Ryder serta banyak artis remaja baru. Stranger Things direncanakan tayang di Netflix pada 15 Juli 2016. - Kutu Butara |
SEARCH
GET NOTIFIED
Archives
August 2017
|