Sutradara: James Mangold
Penulis: Halsted Welles, Michael Brandt, Derek Haas Pemeran: Russell Crowe, Christian Bale, Logan Lerman, Ben Foster, Gretchen Mol, Peter Fonda Genre: Adventure, Crime, Drama Durasi: 122 Menit Untuk kalian yang merindukan film bernuansa western maupun kamu yang memang menyukai genre ini, 3:10 to Yuma menjadi tidak boleh kalian lewatkan atau bahkan tidak menahuinya. Film yang saya maksud ini merupakan buah karya sutradara James Mangold dan dibintangi sederetan aktor kawakan seperti Russell Crowe, Christian Bale, Peter Fonda, serta tambahan amunisi unsur drama dari Gretchen Mol, Logan Lerman serta Ben Foster. Film ini sendiri merupakan versi remake dari film dengan judul yang sama keluaran tahun 1957. 3:10 to Yuma bercerita tentang sebuah keluarga petani, dimana sang ayah Daniel Evans harus berjuang mencari nafkah ditengah musim kemarau berkepanjangan dan tekanan penagih utang yang mulai melakukan tindakan perusakan. Sang ayah yang diperankan oleh Christian Bale, merupakan veteran perang yang telah kehilangan 1 kakinya. Pada sebuah kesempatan, ia bertemu dengan Ben Wade (Russell Crowe) yang merupakan pemimpin dari sebuah Gang yang baru saja menjarah kereta kuda dipenuhi uang. Singkat Cerita, Ben Wade ditangkap dan sheriff setempat mempekerjakan Dan Evans serta beberapa orang lagi untuk mengawal Ben Wade ke sebuah stasiun, yang setibanya disana, Ben Wade akan diangkut oleh kereta api untuk kemudian menuju penjara. Mendengar kabar bahwa pemimpinnya terciduk pihak berwenang, para anak buah Ben Wade yang mendengar berita tersebut kemudian memutuskan untuk melakukan pengejaran guna membebaskan sang Bos. Film ini bukan hanya menampilkan keseruan dari sebuah petualangan a la western, namun juga menyajikan banyak intrik serta drama yang membuat 3:10 to Yuma semakin menarik. Suguhan setting tempat di setiap adegan, interaksi para karakter dengan orang-orang di sekitar, dan bentang alam khas film cowboy, mampu menjadikan 3:10 to Yuma sebagai film adventure yang tak membosankan. Dari sisi akting, Christian Bale yang memang selalu habis-habisan di setiap penampilannya, mampu membuktikan diri dalam memerankan seorang Ayah sekaligus kepala keluarga yang berusaha sekuat tenaga untuk terus menghidupi keluarga serta anak-anaknya ditengah keterbatasan yang ia miliki. Juga Russell Crowe yang mampu menggambarkan seorang penjahat yang manipulatif, cerdas, namun tetap memiliki titik-titik sensitif. Penampilan yang tak diduga-duga justru datang dari Ben Foster yang memerankan “anak buah kesayangan” Ben Wade, dia mampu menjadi sosok caretaker yang menyeramkan dan berdarah dingin ditengah absennya sang pemimpin. Akhir kata, 3:10 to Yuma merupakan sebuah paket lengkap dari sebuah film bertema western, yang bukan hanya penuh dengan petualangan, namun juga hangat dan sarat akan nilai-nilai kehidupan. Rating: 7.9/10 - Kutu Butara
0 Comments
Sutradara: James Mangold
Pemeran: Hugh Jackman, Patrick Stewart, Boyd Holbrook, Stephen Merchant, Richard E. Grant Genre: Heroes, Action, Drama. Durasi: 135 Minutes Selain Batman dan Spiderman, karakter kartun-hero yang secara spesifik saya gandrungi kala saya masih anak-anak adalah Wolverine. Saya ingat bagaimana ketika itu, saya selipkan tiga sedotan di sela-sela jari di kedua tangan untuk merasa menjadi seorang Wolverine. Namun saya harus kecewa setelah medio 2000-an, X-Men memulai perjalanan kisahnya, dan mengangkat kisah para mutan, termasuk Wolverine, ke layar lebar. Secara kualitas, film X-Men maupun origin Wolverine tidak pernah mencapai titik "baik" secara kualitas bagi saya. Praktis hanya seri The Last Stand dan Days of The Future Past yang cukup berkesan. Sisanya hanya seperti sekumpulan orang berpakaian ketat berusaha meyakinkan khalayak bahwa mereka adalah aktor papan atas. Saat Wolverine akhirnya diberi panggung sendiri pun ternyata masih belum mampu membuat saya terkesan. Pada akhirnya, takdir mempertemukan kembali Bryan Singer dengan Days of The Future Past untuk memiliki alasan "start a new game plus" bagi franchise X-Men. Ya, Wolverine kembali ke masa lalu dan menghapus semua timeline yang pernah terjadi di dunia X-men. Meskipun tentunya ingatan akan film-film terdahulu tidak dapat hilang begitu saja, tapi setidaknya seolah memberi harapan baru bagi X-men. Mereka seolah diberi kesempatan untuk membuat sebuah "buku putih" bagi kelangsungan kisah para mutan di layar perak. Awalnya saya pesimis karena melihat X-men Apocalypse, yang begitu sukses merusak segala kesempatan tersebut. Ditambah lagi dengan fakta bahwa belakangan ini, genre superheroes begitu menjamur, baik di layar lebar maupun serial televisi. Meskipun semakin populer, namun di sisi lain juga terasa menjadi membosankan. But then, here comes Logan. Saya langsung berani menyebut bahwa Logan bukan hanya film Wolverine terbaik, tapi juga merupakan karya terbaik dari seluruh franchise X-men yang pernah ada di layar lebar. Hanya perlu 10 menit dari adegan pembuka yang intens dan brutal untuk mengatakannya. Berlebihan? Saya yakin sebagian besar Kawan Kutu akan setuju setelah menyaksikannya. Logan benar-benar menjadi panggung terakhir bagi Hugh Jackman dan Patrick Stewart dalam memerankan karakter Wolverine dan Professor X. Panggung terakhir ini pun menjadi sebuah sajian yang pamungkas. Bagi Kawan Kutu yang merasa kebingungan akan timeline dari X-Men, saya akan sedikit membantu menjelaskan. Logan, meskipun merupakan film ketiga dari origin Wolverine, sama sekali tidak berkaitan dengan dua film terdahulu. Karena timeline dari film ini melanjutkan kisah di mana Logan terjebak di tahun 1973, di ending Days of The Future Past. Kemudian kisahnya berlanjut di Apocalypse kala Wolverine menjadi cameo beberapa menit di film tersebut. Nah, adegan singkat itulah yang menjadi kunci dan pintu masuk bagi kisah Logan. Selain itu, post credit Apocalypse pun menjadi sebuah jalan bagi James Mangold untuk menjelaskan siapa itu Laura Kinney. Terinspirasi dari jalinan cerita komik Old Man Logan, film Logan mengambil latar tahun 2029, dan masih memiliki keterkaitan kisah dengan Days of The Future Past serta Apocalypse. Film ini menjadi sebuah film bertema superheroes yang tidak hanya sekadar menunjukkan kisah manusia super. Film ini lebih mengarah ke sebuah film drama dengan latar belakang superheroes. Sebuah film survival yang meninggalkan kesan yang cukup mendalam. James Mangold berhasil menyampaikan sisi melankolis dari kisah Logan, tanpa memaksanya untuk memainkan karakter "receh". Adegan-adegan kekerasan yang begitu jelas, eksplisit, dan brutal, seolah menunjukkan sisi emosi dari film ini. Bukan hanya mengeluarkan karakter Wolverine yang sesungguhnya, tapi juga seakan mencoba memberikan sajian penutup saga panjang dengan begitu luar biasa. Setiap sabetan kuku adamantium Wolverine seolah mengoyak keburukan dari film-film terdahulu. Sisi action dan drama dibalut dengan begitu rapi. Jalinan cerita mengalir dan berjalan dengan tempo yang stabil. Tidak ada lonjakan ritme, ataupun percobaan untuk membuat twist. Hanya sebuah alur wajar yang diisi dengan padat di setiap menitnya. Hal yang membuat 135 menit tidak hanya terasa cepat, namun juga terasa begitu sesak. James Mangold pun mampu berkolaborasi bersama Scott Frank dan Michael Green dalam menyusun jalinan cerita serta naskah yang solid. Mereka mampu memasukkan kisah Logan ke dalam timeline X-Men dengan begitu smooth. Tone film yang terkesan sendu begitu pas dengan jalannya cerita. Scoring serta soundtrack pun membantu menunjang pembentukan cerita dan membangun suasana adegan dengan baik. Akting dari Hugh Jackman sebagai Wolverine menemukan puncaknya di film ini. Terlihat akan sulit menggantikan sosoknya sebagai Logan, dengan semua karakteristik seorang Wolverine yang mampu dikeluarkannya. Dafne Keen, meskipun irit dialog, namun mampu mencuri perhatian lewat kemampuan aktingnya dalam memerankan Laura Keeney. Patrick Stewart pun mampu menggambarkan sosok Charles Xavier yang amat sangat helpless. Dapat dipastikan Hugh Jackman dan Patrick Stewart will walk out proud untuk menanggalkan "mantel" Wolverine dan Prof. X yang mereka perankan selama lebih dari 1 dekade. Sosok Caliban yang diperankan oleh Stephant Merchant pun mampu membantu membangun sisi drama bagi film ini. Dr. Rice yang diperankan oleh Richard E. Grant pun mampu menjadi villain di belakang layar yang sedikit mendikte arah cerita. Bila ada kekurangan di film ini, itu hanyalah detail "kecil" mengenai setting 2029 yang tidak terkesan futuristik. Logan, dapat dikatakan merupakan penampilan pamungkas dari saga Wolverine, juga merupakan remedy/obat bagi seluruh saga X-men. Bukan hanya menyajikan sebuah aksi superheroes, film ini pun memberi gambaran menyentuh akan rasa putus asa, perjuangan, dan hubungan istimewa antar lingkungan dan orang terdekat kita. A perfect curtain closer. Rating: 9/10 P.S: This movies got their R rate for a reason. Sebaiknya tidak membawa anak-anak yang belum cukup umur ya Kawan Kutu, because Logan is being brutal here. A real brutal. - Kutu Klimis Dalam wawancara dengan Empire, Hugh Jackman menggambarkan film ini sebagai, “It’s a darker version of Little Miss Sunshine, with the three of us on the road, Slightly more violence!”
Sang sutradara, James Mangold juga menambahkan, “The idea of a road picture with Logan, Laura and Xavier in an average car was a driving image for me, Taking heroes and putting them in normalcy — and nothing makes them more normal than to cram them into a car and make them have to deal with each other — that seemed the ultimate contradiction of what tentpole movies tend to do.” Logan akan tayang pada 3 Maret 2017. Sumber: Empire Online - Kutu Butara |
SEARCH
GET NOTIFIED
Archives
August 2017
|