Mungkin kita semua tidak selalu "jadi malaikat" dalam menonton sebuah film, tapi jangan lakukan hal-hal seperti ini ya, Kawan Kutu.
Film tetap ada dan diproduksi karena penonton "membantu" dengan menyaksikan film di theater resmi. Kita bisa berkata "Film Indonesia gak bermutu nih", "ah film Indo mah gitu-gitu doang, males nontonnya", maka bantu meningkatkan kualitas dengan mengapresiasi dan mengkritik secara "legal". Tumbuhkan kesadaran, bahwa piracy itu membunuh kreativitas secara perlahan. Tonton film Indonesia di theater resmi, karena jika bukan kita, siapa lagi yang #BanggaFilmIndonesia ?. - Kutu Film
0 Comments
Pertama-tama saya menulis ini bukan dengan maksud mencibir, memanas-manasi, atau mencoba menggurui. Saya hanya ingin mencoba untuk meluruskan hal yang sedikit "belok" yang saat ini sedang terjadi.
Pagi tadi saya sedikit terbelalak melihat timeline di aplikasi Line saya dan beberapa aplikasi sosial media lain, tentang "petisi menutup Rotten Tomatoes" yang disebarkan oleh beberapa akun yang juga saya follow. Hal ini dipicu oleh(lagi-lagi)buruknya rating film DC yang baru dirilis, Suicide Squad. Saya mencoba terdiam sejenak, lalu merasa, mungkin ini bagian dari sarkasme. Namun setelah hari ini hampir berlalu, dan saya selesai menyaksikan film yang menjadi pemicu petisi tersebut, lalu kemudian mereviewnya, ternyata petisi tersebut bukan main-main, dan mungkin ada beberapa fans di Indonesia yang mungkin ikut "bernafsu" mengisi petisi tersebut. Jika saya mengutip perkataan Barry Allen kepada Bruce di trailer terbaru Justice League, "Stop right there". Jangan keburu nafsu mengisi petisi tersebut. Kenapa? Karena faktanya, Rotten Tomatoes adalah sebuah web aggregator, bukan sebuah web review. Ada yang paham bedanya? Web review bisa dikatakan seperti kami yang melakukan review serta ulasan detail mengenai sebuah film, membahasnya secara(tidak terlalu)mendalam, mengupas beberapa aspeknya, dan memberi output berupa kesimpulan berbentuk skor/rating. Nah, Rotten Tomatoes, adalah(salah satu)web yang mengumpulkan output-output tersebut dari beberapa sumber, mengolahnya, dan menggabungkannya menjadi rating. Untuk lebih detail mengenai Rotten, bisa Kawan Kutu browsing lebih dalam dengan memasukkan keywordnya di Google. Di mana letak kesalahan persepsinya? Letaknya ialah ketika Rotten memasang angka prosentase film, itu merupakan angka gabungan dari beberapa web review dan reviewer yang mereka compile dan mereka olah. Mereka memiliki sistem Like dan Top review untuk reviewnya dapat masuk dan dihitung ke dalam prosentase. Rotten tidak menyajikan review, mereka menjadi wadah bagi para reviewer untuk "menyumbang" angka penilaian terhadap sebuah judul film. Sayangnya, hari ini saya ditunjukkan sebuah fanatisme "buta", dimana kebanyakan dari mereka berfokus pada angka, dan tidak melihat asal-usul jelas mengenai angka tersebut. Menuduh "ada yang tidak beres" saat Rotten justru sahamnya 30% dimiliki oleh WB, yang notabene studio yang memproduksi film-film DC. Saya bukan antek-antek Rotten(apalagi antek wahyudi), saya hanya mencoba meluruskan. Bila para fans ingin "marah", atau memberi "peninggalan kata-kata", web seperti kami lah yang seharusnya menerimanya, karena web reviewer lah yang mereview, bukan Rotten. Jadilah kritis dalam berpendapat. Tapi jangan "kritis" dalam memiliki sikap. Cheerio - Kutu Klimis Tahun 2016 bisa dibilang adalah tahunnya untuk film-film superhero, terutama dari Marvel dan DC. Tercatat ada enam judul film yang rilis, Deadpool, Batman v Superman: Dawn of Justice, Captain America: Civil War, X-Men: Apocalypse, Suicide Squad, dan Doctor Strange. Memang tahun ini sangat memanjakan para pecinta superhero. Setelah saya perhatikan, film-film ini hanya muncul dari tiga studio, Marvel-Disney, DC-Warner Bros, dan Fox. Seperti yang kita ketahui, MCU (Marvel Cinematic Universe) telah membuat pondasi yang begitu kuat semenjak film pertamanya, Iron Man (2008). Sedangkan DC meski perjalanan awalnya terbilang kurang mulus, mereka memiliki modal kuat dengan kemasyhuran tokoh-tokohnya seperti Superman, Batman, dan Wonderwoman lewat DC Extended Universe (DCEU). Lalu apa yang dipikirkan oleh Fox hingga “berani-beraninya” masih bersaing dengan mereka? Popularitas Film Superhero Salah satu alasan mengapa Fox tak bisa melepas X-Men begitu saja adalah peningkatan popularitas film-film superhero. Berkat MCU, para superhero Marvel semakin dikenal orang. Ya, untuk terkecuali para pecinta komik atau animasinya, nama-nama seperti Iron Man atau Thor jelas kurang populer jika dibandingkan dengan Superman atau Batman. Namun lihat sekarang, nama-nama seperti Black Widow atau Ant-Man justru semakin digemari oleh banyak orang. Dengan kesempatan yang besar seperti ini, tentu Fox tak akan melewatkannya begitu saja.Mereka pasti akan memanfaatkannya dengan sebaik mungkin. Bisa saja ke depannya, Fox akan mengikuti langkah MCU atau DC. Seperti membuat timeline untuk sebuah universe yang lebih terencana atau melebarkan sayap dengan film spin-off maupun ke serial televisi. Materi yang Khas Kekuatan X-Men ada pada materi di dalamnya, yaitu mutan. Mutan adalah organisme yang memiliki sifat genetik yang unik disebut dengan X-gen. Gen inilah yang membuat para mutan memiliki kemampuan yang berbeda dari manusia biasa. Wajar jika banyak yang menganggap dunia mutan terlalu sempit jika dibandingkan dengan MCU atau DCEU. Marvel bahkan sejak awal telah melebarkan dunianya melalui Thor, lalu dilajut dengan Guardian of the Galaxy. Kalau DC sepertinya tak usah ditanya lagi karena mereka memegang hak penuh dalam dunia superheronya. Meski begitu saya rasa X-Men universe (ya kita sebut saja begitu) punya kelebihan tersendiri. Pertama, para penulis dan sutradara lebih mudah untuk mengembangkan karakter di dalam film. Karena mereka bisa melewati proses “pengenalan kekuatan” pada tokoh-tokohnya. Kasarnya, tanpa perlu panjang lebar, bisa disimpulkan bahwa tokoh yang memiliki kekuatan adalah mutan. Kedua, X-Men pada dasarnya adalah sebuah tim seperti Avengers atau Justice League. Mereka telah membuktikan kemampuan untuk membuat film dengan banyak karakter superhero tanpa harus membangun cerita lewat film-film solo. Jikapun formatnya dibuat sama seperti MCU, saya yakin tak akan ada kendala berarti. Ketiga, dari franchise filmnya, mereka sudah punya tokoh yang cukup memiliki kesan kuat seperti Wolverine, Magneto, atau Mystique. Jangan lupa juga ada Deadpool dan Quicksilver yang karakternya lebih mudah digemari banyak orang. Hal inilah yang membuat X-Men universe penuh potensi untuk dikembangkan lagi. Konsistensi dan Pengalaman Film pertama X-Men hadir di tahun 2000. Ya boleh dibilang jika mereka merupakan salah satu pionir film superhero di era modern. Jika dihitung sudah 16 tahun berselang dan X-Men masih juga menelurkan film terbarunya. Artinya 20th Fox punya pengalaman lebih jauh dibanding MCU dan DCEU. Kedua superhero universe besar itu lahir belajar dari kesalahan-kesalahan mereka di masa lalu. Begitupun dengan X-Men universe yang “rusak” dari dua filmnya, X-Men: The Last Stand (2006) dan X-Men Origins: Wolverine (2009). Dua film ini dianggap gagal melanjutkan pekerjaan Bryan Singer yang sempat meninggalkan proyek X-Men. Untuk itu, pihak Fox mencoba untuk memperbaikinya dengan X-Men: Days of Future Past (2014) dan Deadpool (2016). Mulai dari sinilah rasanya X-Men universe harus diperhitungkan kembali. Belum lagi faktor kembalinya Bryan Singer sebagai sutradara. Selain punya pengalaman yang buruk, 20th Fox juga patut diberi apresiasi karena terus memproduksi film-film mutan selama belasan tahun. Tak semua studio berani melakukan ini, apalagi ketika film mereka gagal memenuhi ekspektasi terutama secara finansial. Dengan pengalaman dan konsistensi yang terjaga, sudah sepatutnya X-Men universe segera bangkit dan bersaing melawan hegemoni MCU-DCEU. Tak ada Lagi Pesaing MCU dan DCEU
Jika diperhatikan, X-Men universe adalah pesaing terdekat untuk MCU dan DCEU. Ini terjadi karena film-film superhero lain tak ada yang bertahan selama X-Men. Padahal di masa lalu, cukup banyak film superhero selain X-Men. Mulai dari Blade, Spider-Man, The Crow, Hellboy, Ghost Rider, Fantastic Four, hingga Batmannya Christoper Nolan. Namun beberapa diantaranya telah selesai dan tak dilanjutkan kembali. Sebenarnya ada Fantastic Four yang telah di-reboot, tapi ya kita tahu seperti apa nasibnya. Ditambah dengan bergabungnya Spider-Man ke Mcu, praktis hanya X-Men universe yang tersisa dalam peta persaingan film-film superhero. Bryan Singer Singer adalah sutradara yang mengawali perjalanan film tentang mutan ini. X-Men (2000) berhasil meraup penghasilan hingga 296 juta dolar, serta masuk ke 10 besar film dengan pendapatan tertinggi tahun 2000. Bahkan di film lanjutannya, X2 (2003) juga berhasil dengan pendapatan total 407 juta dolar. Film ini jugalah yang mengawali era modern film superhero, bersama dengan Blade. Di X-Men: The Last Stand (2006), pendapatan mereka juga besar mencapai 459 juta dolar. Namun ada penurunan pada respon dari kritikus dan juga fans. Mereka menilai film ini jauh mengalami kemunduran dalam hal kualitas jika dibanding dengan dua film terdahulunya. Salah satu buktinya, jika skor di Rotten Tomatoes yang sebelumnya melebihi 80%, The Last Stand hanya mendapat 58% saja. Harapan muncul ketika X-Men: First Class rilis yang digarap oleh Matthew Vaughn. Meski timeline yang digunakan berebda, namun dengan diperkuat oleh deretan aktor seperti Michael Fassbender, James McAvoy, dan Jennifer Lawrence, film ini berhasil menarik perhatian banyak orang. Beruntung, Bryan Singer kembali setuju untuk “menuntaskan” pekerjaannya di proyek X-Men. Dengan bermodalkan aktor-aktor dari film lama dan First Class, Singer kembali menunjukkan kualitasnya. Dia mengangkat cerita Days of Future Past untuk me-reboot timeline franchise film X-Men. Dengan kualitasnya seperti ini, rasanya Bryan Singer harus diberi porsi lebih dalam bagian proyek X-Men di masa depan. Menurut saya, Singer tak hanya bisa berperan sebagai sutradara saja, tapi juga sebagai produser di X-Men universe menemani Lauren Shulla Donner. Seperti yang dilakukan oleh George Lucas di Star Wars atau Zack Snyder di DCEU. Ini penting karena selain telah membuktikan kemampuannya, 20th Fox juga harus menjaga konsistensi dari kualitas film-filmnya. Ya pada akhirnya memang dari pihak 20th Fox yang akan menentukan apakah mereka benar-benar menjadi pesaing atau hanya pelengkap. Membuat sebuah timeline yang jelas seperti para saingannya merupakan salah satu jalan yang paling aman. Ya, setidaknya selama ada Bryan Singer. - Kutu Kasur 30 Maret adalah hari yang bersejarah bagi perfilman Indonesia. Tepatnya pada 30 Maret 1950 adalah hari pertama proses pengambilan gambar untuk film Doa dan Darah yang disutradarai oleh Usmar Ismail. Film ini adalah film pertama yang diproduksi dan disutradarai oleh orang Indonesia. Oleh karena itu, 30 Maret disepakati sebagai Hari Film Nasional. Terhitung sudah 66 tahun sejak pertama kalinya Usmar Ismail memproduksi Doa dan Darah. Perfilman Indonesia memang mengalami pasang surut, mulai dari terhambat karena masalah politik hingga sulit bersaing dan beradaptasi dengan kemajuan teknologi. Meski begitu, perlahan film-film Indonesia kembali bergairah seiring waktunya. Untuk memperingati Hari Film Nasional, kami akan mengulas beberapa film yang memiliki catatan penting dalam perkembangan perfilman Indonesia. Darah dan Doa (1950): Tonggak Awal Perfilman Indonesia Darah dan Doa (The Long March of Siliwangi) adalah film yang mengisahkan tentang perjalanan panjang (long march) tentara RI dari Yogyakarta ke Jawa Barat. Film berfokus pada sosok Kapten Sudarto yang memimpin long march tersebut dalam menghadapi segala konflik yang mengiringi sepanjang perjalanan. Sisi humanis dari seorang tentara lebih diangkat disini ketimbang sisi kepahlawanannya. Film Darah dan Doa merupakan film nasional pertama, yang proses syutingnya dianggap sebagai tonggak bersejarah perfilman nasional, sehingga hari pertama syuting film tersebut diabadikan sebagai Hari Perfilman Nasional. Usmar Ismail, sebagai sutradara film tersebut pun disepakati sebagai Bapak Perfilman Nasional. Sebagai trivia, meskipun bukan dengan "image" yang baik, nama Darah dan Doa pun sempat dimasukkan sebagai nama organisasi pergerakan pemberontakan dalam video game multiplatform, Splinter Cell: Pandora Tomorrow. Tidak ada keterangan pasti apakah nama tersebut merujuk pada judul film ini atau hanya pemilihan secara random, namun kemiripan nama menjadi suatu trivia unik mengenai film yang pertama dirilis 66 tahun lalu ini. Ibunda (1968): Film Keluarga Peraih 9 Piala Citra Film "unik" yang memajang sosok tokoh utama dalam judul, namun justru memberi peran yang "abu-abu" (meskipun tetap vital) dalam filmnya. Film ini berkisah mengenai kehidupan keseharian dalam keluarga, lengkap dengan berbagai konfliknya. Sosok ibu di sini tidak menjadi pribadi dominan yang menceritakan tentang "sepak terjangnya" dalam keluarga. Sosok ibu dalam film ini digambarkan sebagai sosok yang menjadi "tempat pulang", poros bagi kehidupan anak-anaknya, serta menjadi sosok netral yang juga menjadi "jalan keluar" bagi semua permasalahan yang dialami putra-putrinya. Hingga kini, film garapan Teguh Karya ini menjadi film dengan perolehan Piala Citra terbanyak, dimana pada tahun 1968, Ibunda berhasil meraih 9 penghargaan dari 16 nominasi yang dikategorikan. Film Ibunda diakhiri dengan kutipan yang cukup menyentuh. Kutipan tersebut ditampilkan sebagai tulisan di akhir film dengan bunyi : "Ibu, buku yang habis kau baca, kini mulai ku baca, baru halaman pertama". Tjoet Nja' Dhien (1988): Mengupas Perjuangan Wanita Diperankan oleh Christine Hakim, film Tjoet Nja' Dhien merupakan drama epos biografi yang menceritakan kisah perjuangan pahlawan nasional Indonesia, Tjoet Nja' Dhien dalam melawan tentara Kerajaan Belanda yang menduduki Aceh. Peperangan serta perjuangan rakyat Aceh dalam memerangi Belanda kala itu, tercatat sebagai yang terpanjang dalam sejarah Kolonial Hindia Belanda. Tjoet Nja'Dien tidak hanya menceritakan konflik peperangan, namun juga konflik dan kembimbangan yang dialami oleh sang pahlawan sebagai pemimpin. Film ini sempat diajukan untuk masuk ke dalam kategori Best Foreign Movie untuk Academy Award (Oscar) ke-62 pada tahun 1990. Namun belum berhasil lolos dalam pencalonan nominasi. Meskipun begitu, Tjoet Nja' Dhien merupakan film Indonesia pertama yang diputar pada Festival Film Cannes di tahun 1989. Jelangkung (2001): Kebangkitan Perfilman Horror Indonesia Era Modern; "Datang tak Dijemput, Pulang tak Diantar Mengisahkan tentang 4 orang anak muda yang menjadi "pemburu hantu", mereka mengunjungi sebuah makam keramat dengan niat merekam penampakan makhluk halus yang ada di sana. Namun selama tiga hari, tidak ada tanda-tanda akan penampakan tersebut, hingga akhirnya salah satu dari mereka memainkan ritual Jelangkung di atas salah satu makam. Tetap tak ada hasil, selesai ritual tersebut mereka akhirnya pulang. Namun justru tanpa disangka-sangka, kejadian demi kejadian mengerikan menghantui mereka berempat setelah mereka pulang. Hingga akhirnya mereka harus menemukan cara untuk mencabut Jelangkung tersebut dari makam, dan mengakhiri ritual untuk menghentikan seluruh kejadian tersebut. Disutradarai oleh Rizal Mantovani dan Jose Purnomo, film ini awalnya tidak dibuat untuk ditayangkan di bioskop, melainkan untuk ditayangkan di salah satu televisi swasta yang saat itu baru akan mengudara. Namun melihat prospeknya, film ini kemudian diputar di salah satu bioskop di Jakarta. Tanpa diduga, respon masyarakat begitu positif untuk film ini, hingga akhirnya pengusaha pemilik jaringan bioskop 21, Harris Lasmana, membeli hak siar film ini untuk ditayangkan di 25 bioskop yang berada dibawah jaringan 21. Hingga saat ini, Jelangkung masih memegang rekor jumlah penonton film terbanyak di Indonesia dengan total kurang lebih 5,7 juta penonton. Kesuksesan ini membuat Jelangkung seolah menjadi salah satu fondasi bagi kebangkitan film horor di Indonesia. Petualangan Sherina (2000): Geliat dalam Mati Suri Film Indonesia"Dia pikir, dia yang paling hebat. Merasa paling jago, dan paling dahsyat". Siapa anak-anak yang tumbuh besar di era awal milenia tetapi tidak mengenal penggalan lirik tersebut? Derby Romero dan Sherina Munaf mendadak membelalakkan mata (dan juga telinga) penikmat film Tanah Air ketika film musikal Petualangan Sherina dirilis. Film "sederhana" yang menceritakan tentang seorang anak yang mencoba beradaptasi di lingkungan baru karena ayahnya harus dipindah tugaskan, menjelma menjadi sebuah box office nasional pada masanya. Lagu-lagu yang mengiringi adegan sepanjang film ini dengan mudah terputar di kepala para penonton, utamanya anak-anak kala itu. Ide cerita yang mengangkat tema musikal dapat dengan mudah diterima oleh khalayak, dengan teknik pemasaran film yang cukup baik pada masa itu (memajang nama Sherina dalam judul), jadilah film ini sebagai tontonan wajib keluarga. Disutradarai oleh Riri Riza, Petualangan Sherina juga didukung oleh aktor-aktor papan atas tanah air, sebut saja Matias Muchus dan Didi Petet. Untuk ukuran film musikal dengan tema dan pangsa pasar anak-anak juga keluarga, film ini terbilang cukup sukses karena mampu menyedot kurang lebih sekitar 1,6 juta penonton pada saat penayangannya. Film ini seolah menjadi oase bagi keringnya film-film Indonesia kala itu. Janji Joni (2005): Petualangan Absurd ala JoniJanji Joni bercerita mengenai Joni (Nicholas Saputra) seorang pengantar roll film yang tidak pernah telat mengantar roll film antar bioskop. Joni yang telah bekerja sebagai pengantar secara turun-temurun ini bertekad untuk selalu tepat waktu dan dapat diandalkan. Suatu hari saat dia bertemu dengan seorang wanita jelita (Mariana Renata) dan Joni menanyakan namanya. Tapi perempuan itu hanya akan memberitahukannya kalau Joni dapat mengantarkan roll-roll film tepat waktu hingga film yang ditonton tidak putus di tengan jalan. Di sinilah dedikasi Joni sebagai pengantar rol film diuji, satu hari penuh dengan momen-momen random, motornya dicuri, membantu persalinan istri supir taksi, dipaksa menjadi figuran film, tas rol filmnya di jambret, mendadak jadi pemain drum untuk sebuah band audisi, dan momen menarik lainnya. Film yang rilis di 28 April 2005 ini, sukses menyabet 2 penghargaan dalam Festival Film Indonesia 2005 dalam kategori Pemeran Pendukung Pria Terbaik (Gito Rollies) & Penyuntingan Terbaik (Yoga Krispratama). Ada Apa dengan Cinta? (2002): "Ressurection Totem" Perfilman Indonesia Sebelum Cinta dan Rangga mengharu biru sebagai pasangan idola baru remaja Nusantara pada eranya, fakta bahwa perfilman Indonesia berada dalam fase "mati enggan hidup pun tak mau" kala itu tidak bisa dipungkiri. Tekanan dan serbuan film-film Hollywood serta keraguan akan kualitas film nasional saat itu yang masih belum mampu "tampil", menjadi momok besar yang membuat para sineas mungkin berpikir berkali-kali untuk memproduksi sebuah karya. Hingga datanglah Ada Apa Dengan Cinta? lewat tangan dingin Rudy Soedjarwo. Mengangkat cerita klise percintaan remaja SMA, AADC? justru membawa tayangan yang segar dan menghibur karena kedekatan ceritanya dengan realita sehari-hari. Ada Apa Dengan Cinta? seolah menjadi totem yang mengumpulkan kembali segenap roh perfilman nasional yang sempat mengambang dan terombang-ambing tak tentu arah. Gairah masyarakat untuk datang ke bioskop dan menyaksikan kembali film Indonesia mulai terpupuk kembali dengan adanya Ada Apa Dengan Cinta?. Kepopuleran AADC? serta euforianya bahkan masih terasa hingga kini, dan akhirnya Miles Production menggarap sekuel film fenomenal ini untuk ditayangkan pada 28 April mendatang. Dibalik purnama yang selalu ditunggu Cinta dan Rangga, justru merekalah purnama bagi film Indonesia yang kala itu gelap gulita. Keramat (2009): Shooting Berbuntut PetakaKeramat merupakan film horror karya sutradara Monty Tiwa. Film ini mengangkat kisah mengenai sekelompok kru film yang melakukan pra shooting di daerah Yogyakarta sebelum tragedi gempa Bantul terjadi. Melibatkan tim behind the scene, seluruh acara dan kegiatan tim tersebut selama melakukan kegiatan disana direkam. Disinilah film Keramat menjadi berbeda dengan film horror Indonesia yang lain. Monty Tiwa sang sutradara menggunakan teknik found footage untuk mengambil gambar film ini. Karena sifatnya yang seolah-olah dokumenter, film ini mengalir apa adanya. Selain itu film ini pun dibuat tanpa skenario sehingga segala sesuatunya diarahkan langsung oleh Monty Tiwa, sang sutradara yang juga turut berperan sebagai juru kamera bernama Cungkring. Proses pengambilan gambar tanpa skenario tersebut berbuah manis, hal ini membuat atmosfer ketika menyaksikan Keramat terasa nyata, terlebih ketika film memasuki bagian tengah hingga akhir cerita, yaitu saat hal-hal mistis mulai banyak tertangkap dalam kamera. Sebagai salah satu pemrakarsa film Indonesia dengan teknik pengambilan gambar secara found footage, Keramat membawa pengalaman tersendiri saat kita menyaksikannya. Rumah Dara (2010): "Texas Chainsaw Massacre" ala Indonesia Pecinta film dengan genre slasher pastilah dibuat orgasme oleh Mo Brothers lewat film karya mereka yang satu ini. Mengambil setting di sebuah rumah yang seolah terisolir, film ini menceritakan sekelompok orang yang berada pada situasi wrong place, wrong time ketika salah satu dari mereka membujuk untuk mengantar seorang gadis pulang ke rumahnya yang berlokasi di tempat yang cukup asing. Setibanya di rumah tersebut, tiba pulalah teror yang menghantui mereka ketika mereka sadar bahwa keluarga tersebut adalah keluarga kanibal. Akting dari Shareefa Daanish patut diacungi jempol dalam film ini. Berperan sebagai Dara, Shareefa mampu menghadirkan kengerian seorang psikopat pemakan manusia. Rumah Dara merupakan pelopor film dengan genre slasher. Karena film dengan genre ini belum pernah ada sebelumnya di Indonesia. Film ini pun didistribusikan ke luar negeri dengan judul Macabre, dan berhasil mendapat apresiasi yang cukup baik dari para penonton dan kritikus. The Raid: Redemption (2011): A Beautiful ChaosThe Raid memang bukan 100% film anak bangsa, karena disutradarai oleh Gareth Evans, pria berkebangsaan Wales. Namun ini tidak serta merta mengubur fakta bahwa The Raid merupakan salah satu milestone dalam perfilman Indonesia. Ketika film lokal dilanda kejenuhan dengan genre cinta dan horor berbalut komedi "dada dan paha", Gareth Evans menyajikan The Raid sebagai pelipur dahaga. Film yang mengangkat beladiri pencak silat ke kasta yang tinggi ini berhasil menyihir, bukan hanya khalayak film Indonesia, tapi juga mancanegara. Film ini sempat menduduki peringkat 11 di box office internasional. Keistimewaan dari film ini tidak lain adalah adegan laganya yang amat intens dan breathtaking. Kemampuan pencak silat dari Iko Uwais betul-betul diperagakan dengan sempurna di film ini. Teknik pengambilan gambar dengan pemanfaatan ruang sempit pun dilakukan Evans dengan cukup baik, dengan setting tempat yang "terbatas", film ini mampu mengepakkan sayap melampaui batas. Bahkan berkat film ini, beberapa aktornya seperti Iko Uwais dan Joe Taslim, berkesempatan untuk turut andil dalam beberapa film box office Hollywood. Dibalik filmnya yang penuh dengan chaos, The Raid menghadirkan keindahan tersendiri, baik bagi kru dan pemerannya, maupun bagi perfilman Indonesia. Laskar Pelangi (2008): Perjuangan dalam Keterbatasan Film adaptasi novel karya Andrea Hirata ini bercerita tentang sekelompok anak dari sekolah SD Muhammadiyah di daerah Belitung, yang memiliki cita-cita dan mimpi besar walaupun dalam keterbatasan. Sebuah cerita sederhana dengan sisi humanis yang begitu nyata karena mengandung nilai-nilai moral yang bisa menjadi contoh untuk para generasi muda penerus bangsa. Film yang disutradarai oleh Riri Riza dan ditulis Salman Aristo ini, berhasil tercatat sebagai salah satu film terlaris Indonesia dengan jumlah 4,6 juta penonton. Hebatnya film ini banyak memenangkan penghargaan baik dari dalam maupun luar negeri. Laskar Pelangi tak hanya memikat dari segi cerita, tapi juga membuka mata para penontonnya akan keindahan alam yang dimiliki oleh Belitung. Berkat film ini, pamor Belitung jauh melesat dan mendongkrak sisi pariwisata provinsi Bangka Belitung. Poin ini bisa sebagai contoh bagaimana film bisa memiliki efek yang luar biasa. Apabila dipikir kembali, hal seperti ini bisa membantu memperkenalkan Indonesia lebih jauh ke khalayak luar, karena semenjak beberapa tahun terakhir, film-film Indonesia mulai dilirik oleh mancanegara. Ironisnya dalam beberapa tahun terakhir, banyak film Indonesia yang mulai memakai setting dan pengambilan gambar di luar negeri. Parahnya, hal itu seolah menjamur hingga kini. Berdoa saja, jangan sampai hal seperti ini membuat kita kembali ke masa jenuh. ***** Ya, itulah beberapa film yang memiliki pengaruh dalam perkembangan perfilman Indonesia. Oh ya, jangan salah, sebenarnya di luar daftar ini, masih banyak film yang juga tak kalah pentingnya.
Maju terus perfilman Indonesia! - Kutu Film Meski tahun 2016 sudah berjalan hampir sebulan penuh, tapi tak ada salahnya jika kita sedikit mengingat film-film di tahun lalu. Ya, tahun lalu memang banyak film yang berkualitas dan bagus. Mulai dari menjelajahi isi otak manusia lewat animasi Inside Out hingga merasakan bagaimana rasanya hidup seorang diri di planet lain pada film The Martian. Belum lagi jika mengingat adanya sekuel dan reboot yang membawa kembali cerita dan karakter favorit seperti Jurassic World, Mad Max: Fury Road, dan tentu saja Star Wars: The Force Awakens. Memang tahun 2015 telah menghadirkan film-film yang luar biasa. Nah, Kutu Film telah merangkum 20 film tahun 2015 yang Kawan Kutu tidak bisa lewatkan begitu saja. Mari Kawan Kutu, kita mulai! 20. THE PEANUTS MOVIE Kartun klasik legendaris Charlie Brown dengan anjing lucunya Snoopy mendapat versi layar lebarnya tahun lalu. Walaupun banyak yang meragukan saat pihak Blue Sky Studio mengumumkan akan menggunakan animasi 3D, tetapi film ini menjawab semua keraguan tersebut. Cerita sederhana yang begitu baik diiringi dengan komedi ringan membuat film ini cocok untuk ditonton bersama keluarga. 19. THE GIFT Bagaimana rasanya ketika anda baru pindah rumah, kemudian secara intens mendapatkan bingkisan? Creepy gak sih.. dan ternyata orang tersebut pernah anda kenal pada waktu kecil dulu. Bermula dari sepasang suami istri yang baru pindah ke Los Angeles, mulai mendapati ada seseorang yang mengirimkan bingkisan dan diletakkan di depan pintu rumah mereka, usut punya usut, ternyata si pengirim adalah orang yang belum lama menegurnya di tempat umum. Sang suami mulai merasa tidak nyaman dengan ulah si pengirim yang ternyata orang yang berasal dari masa lalunya. Keunggulan film ini adalah mampu memberikan nuansa thriller yang tidak biasa dimana para penonton akan heran dan menebak-nebak apa yang sebenarnya terjadi. Acungan beberapa jempol sepertinya perlu dilayangkan untuk Joel Edgerton yang mana merupakan sang sutradara, penulis sekaligus pemeran Gordo (si pengirim bingkisan) yang mampu membuat film ini terlihat simpel namun sangat brilian. Film ini berpesan untuk selalu berhati-hati terhadap perlakuan anda ke siapa pun, karena mungkin saja orang tersebut akan membalasnya di masa mendatang. Who knows.. 18. IP MAN 3 Setelah sukses menggebrak melalui 2 film terdahulunya, franchise Ip Man yang melambungkan nama Donnie Yen di kancah perfilman Hollywood menelurkan seri yang ke-3. IP Man 3 dikemas secara lebih "manusiawi", dengan tidak berfokus pada adegan pertarungan semata, namun juga dibalut dengan sisi drama dan manusia dari seorang pendekar. Alur yang dibuat terlihat rapi, meskipun cukup banyak cerita dan konflik yang disajikan, namun pada akhirnya diselesaikan satu per satu tanpa meninggalkan plot hole yang berarti. Pesan moral yang disajikan pun cukup jelas tersampaikan dan mampu menambah nilai lebih. Penampilan Mike Tyson juga mengangkat nama dari film ini, meski akting dalam dialog yang dilakukannya masih terkesan kaku, adegan pertarungannya dengan IP Man amat menaikkan tensi. Selain itu, karakter "Bruce Lee" pun turut hadir sebagai cameo yang menambah daya tarik film ini. IP Man merupakan film yang solid dalam menggenapi trilogi franchise dari saga sang master wing chun, tentunya Kawan Kutu harus saksikan. Ciaaat!! 17. NGENEST Secara mengejutkan, Ernest Prakasa menyeruak di akhir tahun dan turut mewarnai perjalanan perfilman Indonesia tahun 2015 lalu. Ngenest merupakan film adaptasi dari trilogi novelnya yang mengangkat cerita mengenai perjalanan hidup seorang Ernest Prakasa. Dikemas secara ringan dan cerdas, film ini mampu menjadi angin segar dimana tak banyak film dengan genre serupa yang menuai sukses. Ernest bercerita bagaimana sulitnya menjadi seorang minoritas dengan penuturan yang lugas. Didukung dengan akting prima dari setiap karakter (bahkan ekstras), film ini merupakan debut yang manis bagi Ernest, karena disamping ia memerankan tokoh utama, dia juga bertindak sebagai sutradara. Segala elemen yang tersusun dalam film ini, rasanya pas untuk membawanya menjadi salah satu film yang tidak bisa dilewatkan di tahun 2015. 16. BONE TOMAHAWK Coba bayangkan suku kanibal.. yang hidup pada masa western Amerika.. sudah bisa dibayangkan? Bagi anda yang mampu dan belum bisa membayangkannya, film ini akan memberikan sedikit gambaran kengerian apabila sekelompok suku kanibal hadir dan mulai mengusik kehidupan anda. Bermula dari seorang pendatang yang gerak geriknya mencurigakan tiba disebuah kota, kemudian ia dilumpuhkan oleh seorang sheriff dengan menembaknya di kaki karena berusaha kabur. Sheriff pun mengutus seorang dokter dan satu anak buahnya untuk bermalam di kantor sheriff dan menjaga orang tersebut. Keesokannya harinya mereka menghilang dan ternyata mereka diculik oleh sebuah suku kanibal yang tinggal di gua. Mendapati 1 orang tawanan dan 2 warganya hilang. Sang Sheriff bersama 3 orang lainnya memutuskan untuk melakukan misi penyelamatan. Kelebihan film ini adalah premis cerita yang terbilang masih jarang, membuat film ini terlihat unik. Akting dan dialog dari para pemerannya juga mampu membuat anda menikmati keseluruhan film. Mungkin film ini tidak cocok untuk semua kalangan karena akan ada beberapa adegan sadis. Ya, namanya juga kanibal lawan cowboy. Coba bayangkan.. 15. SPY Film Action-comedy terbaik tahun 2015 menurut saya. Gimana enggak? Jason Statham yang notabene aktor serius, mampu membuat anda ngakak setiap kehadiran serta dialognya pada film ini. Diceritakan seorang CIA Analyst Susan Cooper (Melissa McCarthy) yang sebenarnya memiliki keterampilan beraksi di lapangan namun selama ini hanya bekerja dibalik meja untuk membantu seorang agent. Pada satu misi, sang agen Bradley Fine (Jude Law) dibunuh oleh sang musuh Rayna Boyanov (Rose Byrne). Akhirnya Susan diberikan tugas lapangan untuk menyamar dan menangkap Boyanov dan membalaskan kematian Fine. Pada keseluruhan film anda akan disajikan lawakan intens terutama dari Statham dan Melissa McCarthy. Ya tentu juga akan ada kelakuan konyol dari pemeran lain yang mampu membuat anda terbahak-bahak. Kekuatan film ini ada pada Cast-nya yang menawan dan dialog-dialog lucu serta cerita yang tidak kacangan, adegan-adegan aksinya pun akan mampu memanjakan mata yang melihat. Akhir kata, SPY merupakan salah satu film wajib bagi anda pencinta Action-comedy atau penyuka pure comedy itu sendiri. 14. JURASSIC WORLD Setelah film terakhirnya, Jurrasic Park 3 (2003), 12 tahun kemudain dibuat sekuel terbaru dari film fenomenal Jurrasic Park. Menceritakan tentang Jurrasic Park yang kembali dibuka, namun dengan banyak hal baru yang membuat film ini begitu segar untuk ditonton. Walaupun memakai seluruh cerita dan karakter baru, film ini tidak lupa membawa beberapa elemen penting dalam film pertamanya, sehingga bagi kita penggemar Jurrasic Park bisa bernostalgia. Cerita yang tidak terlalu rumit ditambah dengan chemistry antara masing-masing karakter membuat film ini sangat layak ditonton. Tidak heran juga film ini merupakan salah satu film berpendapatan terbesar tahun 2015. 13. CREED Karakter fenomenal Rocky Balboa kembali dibuat filmnya, walaupun bukan bercerita tentang Rocky sendiri, melainkan anak dari rivalnya Apollo Creed. Bercerita tentang anak dari petinju legendaris, Creed berusaha merintis karirnya sebagai petinju tanpa mengandalkan nama besar ayahnya. Perjalanan karirnya pun tidak mulus karena ditentang oleh keluarganya. Sylvester Stallone yang berperan sebagai mentor Creed dalam film ini membawakan karakternya dengan baik. Walaupun hanya sebagai karakter pendukung dalam film ini, tapi Sylvester tetap bersinar dan porsinya seimbang dengan karakter utamanya. Kehebatannya terbukti dengan kemenangan dalam Piala Golden Globe kategori aktor pendukung terbaik. 12. THE HATEFUL EIGHT 8 orang dengan latar belakang berbeda, terjebak dalam satu kabin di tengah badai salju, kondisi diperparah dengan adanya intrik dan pembunuhan yang terjadi membuat mereka saling mencurigai. Film ini dikemas dengan amat rapi dan dibagi menjadi 6 chapter. Diceritakan, John Ruth, seorang bounty hunter yang dikenal dengan julukan The Hangman, sedang membawa Daisy Domergue, buronan untuk dieksekusi di Red Rock. Dalam perjalanan, di tempat terpisah ia bertemu dengan Major Marquis Warren dan Chris Mannix, seorang bounty hunter dan sheriff baru di Red Rock. Intrik dimulai ketika mereka beristirahat menunggu badai salju reda di sebuah tempat bernama "Minnie's Haberdashery", di sana sudah ada 4 orang yang terlebih dulu singgah. Film ini cukup menguras emosi. Quentin Tarantino mampu memanfaatkan durasi dengan mmberi porsi pas bagi 8 orang karakter untuk memperdalam ceritanya masing-masing. Selain itu, teknik pengambilan gambar ala Tarantino membuat penonton seakan menjadi salah satu orang yang berada dalam kabin tersebut. Penuturan ceritanya pun dilakukan dengan amat detail, sehingga nyaris tak ada jarak antar plot. An all in one package, yang menyatukan misteri ala novel detektif Agatha Christie, lalu disempurnakan oleh adegan intens dan baku tembak lengkap dengan darah. Menampilkan aktor-aktor papan atas seperti Samuel L. Jackson, Kurt Russell, dan Channing Tatum, film ini sangat saang untuk dilewatkan. 11. BEAST OF NO NATION Film yang diangkat dari novel dengan judul yang sama ini, mengisahkan tentang seorang Anak kecil bernama Agu (Abraham Attah) yang berjuang untuk hidup di tengah peperangan saudara di Nigeria. Kehilangan dan terpisah dari keluarganya, membuat Agu secara tidak sengaja bertemu dengan sekelompok tentara yang menamakan dirinya NDF (Native Defence Force) dan terpaksa bergabung dengan mereka. Membunuh, menjarah, dan hal hal didalam perang saudara yang seharusnya bukan menjadi bagian hidup dari seorang anak kecil pada umumnya. Film ini pantas diacungkan jempol karena berhasil menggambarkan bagaimana pengaruh perang kedalam kehidupan seorang Agu yang masih bocah, Juga akting yang sangat karismatik dari Idris Elba sebagai commandant, dan pembawaan karakter yg baik oleh Abraham Attah sebagai Agu. Dibumbui sejak awal cerita dengan bisikan hati/point of view Agu yang kehilangan segalanya dari kegilaan perang, sampai seiring berjalannya film, ahkirnya bisikan-bisikan tersebut perlahan hilang mengartikan seakan Agu sudah kehilangan akal sehatnya dibawah pengaruh sang Commandant. 10. THE REVENANT Leonadro Di Capiro dan Tom Hardy bereuni dalam film arahan Alejandro Gonzalez Innarritu, yang diangkat dari novel berjudul The Revenant: A Novel of Revenge. Bercerita mengenai Hugh Glass, seorang anggota tim ekspedisi yang bersama kelompoknya terjebak di gunung tak bertuan, ketika secara mendadak mereka diserang oleh seekor beruang setelah sebelumnya diserbu oleh sekelompok Indian. Hugh Glass (Leonardo Di Caprio) terluka parah dari serangan beruang tersebut, hingga akhirnya pimpinan perjalanan menugaskan beberapa orang untuk menjaganya dan sisanya mencari pertolongan. John Fitzgerald (Tom Hardy) mengajukan diri untuk menjaga Glass bersama dengan Jim Bridger (Will Pouter). Ketika rombongan pergi, tanpa disangka John mengkhianati Glass dengan memalsukan kondisi yang membuat Glass dikubur hidup-hidup, kemudian ditinggalkan. Tanpa disangka, Glass bertahan dan berangsur pulih untuk memburu kelompoknya dengan tujuan membalas dendam. Mengambil setting di tahun 1802, film yang dibalut nuansa putih karena mengambil latar pegunungan bersalju ini merupakan panggung utama Di Caprio. Aktingnya yang maksimal membuatnya menjadi salah satu unggulan dalam perebutan Oscar tahun ini. Selain sinematografi dari Inarittu dan Emmanuel Lubezki, yang sebelumnya menang lewat Birdman (2014), membuat film ini menjadi penegasan mengenai kualitas mereka. Meskipun alurnya sedikit lambat, film ini memiliki cerita yang kuat. For that, The Revenant wajib masuk ke dalam "to-watch-list" Kawan Kutu. 9. STEVE JOBS Film kolaborasi antara sutradara Danny Boyle dan penulis skenario Aaron Sorkin ini merupakan salah satu film biografi terbaik tahun 2015 lalu. Karakter Steve Jobs digambarkan dengan sangat akurat sesuai karakter sebenarnya dalam kehidupan nyata. Michael Fassbender berhasil memukau para penonton terutama para pengagum Steve Jobs, termasuk saya. Perihal kemiripan wajah dengan Steve Jobs sebenarnya tidak masalah dan bisa ditutupi oleh aktingnya yang baik dan mumpuni. Bahkan setelah film ini dirilis pun sudah banyak rumor bahwa Michael Fassbender akan mendapat nominasi Oscar, yang pada akhirnya menjadi kenyataan. Kawan Kutu ingin tahu sosok sebenarnya dibalik sang visioner Steve Jobs? Coba tonton film ini. 8. ANT-MAN Mempunyai kekuatan yang sangat spektakular untuk bisa mengecilkan badan seukuran semut namun meningkatkan tenaga berkali lipat , seorang mantan kriminal Scott Lang (Paul Rudd) terpaksa harus menerima tawaran menjadi Ant-Man dan mengeluarkan sosok pahlawan didalam dirinya untuk menolong Dr. Hank Pym (Michael Douglas) dalam melindungi rahasia kekuatan dibalik baju Ant-Man dari generasi baru yang penuh ancaman. Film ini menceritakan tentang hank Pym dan scott Lang yang merencanakan dan melakukan pencurian yang akan menyelamatkan dunia. Ant-Man memang hanya film superhero biasa, namun yang membuat film ini berbeda dari film superhero lainya adalah kamu dapat melihat dunia dari pandangan seekor semut, semuanya terlihat begitu besar, mengerikan dan menakjubkan! Pipa air, sarang semut, koper berisi barang sehari-hari, tikus dibawah sela-sela lemari dan masih banyak lagi. Juga teknologi yang digunakan di film Ant-Man sangatlah keren, ledakan besar yang tiba-tiba mengecil dan menghilang tanpa bekas, alat yang bisa mengecilkan & membesarkan apapun barang yang disentuhnya, bahkan kemampuan Ant-Man yang bisa mengecil menjadi sub-atomic. Yang pasti film ini akan membawa kamu kedalam imajinasi masa kecil yang kamu idam-idamkan dan penuh petualangan. Wajib tonton untuk kamu yang mengikuti franchise Marvel Cinematic Universe, (Avengers, Captain America, dll.) karena berkaitan dengan film-film MCU lainnya. 7. BRIDGE OF SPIES Bercerita tentang James Donovan (Tom Hanks), seorang pengacara yang terlibat dalam sebuah negosiasi besar pada era perang dingin. Dia diminta untuk melakukan negosiasi pertukaran antara Rudolf Abel (Mark Rylance), seorang mata-mata Soviet, dengan Francis Gary Powers (Austin Stowell), pilot militer Amerika yang ditangkap oleh Soviet saat gagal melakukan misinya. Steven Spielberg, Coen bersaudara, serta Matt Charman menghadirkan cerita yang intens dengan penulisan yang solid. Film ini memiliki cerita yang kompleks dengan tensi rendah. Namun, itu ditutup dengan ciri khas masing-masing dari Charman yang dramatis, Coen bersaudara dengan alur yang detil, serta Steven Spielberg dengan sentuhan "optimisme" seperti yang ada pada setiap film-filmnya. Bridge of Spies adalah salah satu contoh film dengan penuturan narasi yang baik dan rapi. 6. STAR WARS: THE FORCE AWAKENS Lanjutan dari star wars episode VI ini berlatar belakang sekitar 30 tahun setelah Death Star Ke-dua telah hancur, Luke Skywalker, Seorang Jedi yang terakhir, telah menghilang. First Order bangkit setelah jatuhnya kekuasaan Galactic Empire dan berusaha untuk menghilangkan Luke dan kekuasaan Republik. Kelompok Resistance yang didukung oleh Republik dan dipimpin oleh Leia Organa (Saudari kembar Luke Skywalker), menentang mereka sambil mencari Luke untuk meminta bantuannya. muncul banyak karakter baru di serial mahakarya George Lucas yang ke-7 ini diantaranya Kylo Ren (Adam Driver), Rey (Daisy ridley), Finn (John Boyega), Poe Dameron (Oscar Isaac) dan masih banyak lagi aktor/aktris hollywood lainnya yang bahkan hanya menjadi cameo di film ini. Film ini wajib kamu tonton, karena yeaa it's Star Wars ! benar-benar "beyond your imagination" pada jamannya. Kamu akan mengerti jalan ceritanya tanpa harus menyaksikan keenam serial sebelumnya, tapi alangkah lebih baiknya kamu menonton dulu serial 1 - 6 nya dulu agar lebih mengerti apa itu Star Wars. 5. THE MARTIAN Selama misi Ares III ke Mars, Astronaut Mark Watney (Matt Damon) diduga tewas setelah badai ganas dan ditinggalkan oleh krunya. Tapi Watney telah bertahan dan menemukan dirinya terdampar dan sendirian di planet yang mengerikan. Dengan pasokan logistik sedikit, ia harus memanfaatkan kecerdikan, kecerdasan dan semangat untuk bertahan hidup dan menemukan cara mengirimkan sinyal ke Bumi untuk menunjukan bahwa ia masih hidup. Film ini akan membawa kalian, mengerti bahwa dunia itu luas, bukan hanya bumi saja, dan apabila peluang untuk hidup di luar bumi itu ada, akan sangat sulit untuk mencapainya. Matt damon berakting sukses memvisualisasikan sebagaimana apabila manusia hidup sendirian jauh dari planet asalnya, apa saja emosi yang dialaminya, serta ketekatan untuk tetap bertahan hidup dengan menggunakan pengetahuan sains. 4. EX MACHINA Mampukah anda menganalisis cerita film dari judulnya. Ex Machina bisa saya artikan secara kasar menjadi ‘sudah tidak menjadi mesin’. Aneh kan? Memang, karena saya agak sok tau. Diceritakan pada masa depan, manusia menciptakan robot untuk membantu kehidupan, namun konflik terjadi ketika robot yang dibuat ternyata juga memiliki kecerdasan yang sama atau bahkan melebihi kecerdasan manusia itu sendiri. Diawali dengan seorang karyawan yang memenangi undian, kemudian mendapat hadiah untuk menghabiskan waktu selama seminggu di kediaman sang pemilik perusahaan. Dalam kunjungannya ke rumah si bos, sang karyawan tersebut diberi tugas untuk berinteraksi dengan sebuah robot wanita bernama Ava, untuk menguji kemampuan dan tingkat kesadarannya. Ternyata lambat laun ditemukan bahwa Ava jauh lebih sadar diri dan melebihi apa yang dibayangkan sebelumnya. Keunggulan film ini adalah proses studi karakter yang sangat menarik, terutama sang robot wanita yang diperankan oleh Alicia Vikander. Film ini menggambarkan mengenai kemampuan sebuah mesin (robot) yang mungkin saja akan mampu memanipulasi anda untuk meraih tujuannya sendiri. 3. SICARIO Sicario, bisa diterjemahkan sebagai hitman atau semacam pembunuh bayaran. Film ini bercerita tentang seorang agen FBI, Kate Macer (Emily Blunt) yang terseret sebuah kasus besar. Besar karena melibatkan banyak pihak dan kriminal-kriminal kelas kakap. Kate bekerja sama dengan Matt Gaver (Josh Brolin) serta orang misterius bernama Alejandro (Benicio del Toro) dalam membereskan masalah yang rumit ini. Film ini memang komplit, ya hampir semua elemen yang diharapkan dari sebuah action-thriller ada di sini. Drug cartel, hubungan Meksiko-Amerika Serikat, penyelundupan manusia, polisi korup, pembunuhan, kebrutalan, aksi kejar-kejaran, baku tembak, agen yang idealis, hingga orang yang rela melakukan apa saja demi membalas dendamnya. Ditambah lagi dengan cerita yang padat dengan karakter menonjol dari orang yang memiliki peran penting juga patut diacungi jempol. Bisa dibilang, Denis Villeneuve ingin membuktikan bahwa dia bukanlah sutradara sembarangan. 2. INSIDE OUT Masih ingat kan dengan film tentang anak perempuan bernama Riley ini? Inside Out ini memang berbeda dari film animasi kebanyakan. Untuk yang sudah menyaksikannya, pasti langsung terbayang dengan karakter emosi dari otak Riley. Mereka digambarkan menjadi 5, joy, sadness, fear, anger, disgust. Ini adalah bentuk perwakilan dari emosi yang ada di dalam diri manusia, juga hewan. Inside Out seolah menjadi sebuah terobosan baru dalam membagikan pengetahuan untuk semua orang, terutama anak-anak. Dengan mayoritas adegan berada di dalam "otak" Riley, bisa dibilang film animasi ini ingin memberi sebuah pelajaran tentang emosi dan memori. Ya, bagaimana emosi dan memori bisa terbentuk, disimpan dalam waktu panjang, dan bahkan bisa hilang. Semua digambarkan dengan menarik dan mudah dimengerti. Inside Out seolah ingin mengingatkan bahwa untuk anak-anak memahami emosi itu hal yang penting. Jika kalian perhatikan lagi, masih banyak lagi yang bisa diambil dari film ini. Salah satu film animasi terbaik yang pernah ada. 1. MAD MAX: FURY ROAD Ini adalah film ke-4 dari franchise Mad Max. Sebelumnya, Max diperankan oleh Mel Gibson, kali ini Tom Hardy yang berperan di sini. Mad Max: Fury Road bercerita tentang Max yang tak sengaja menjadi tawanan War Boys, dan dia berhasil melarikan diri berkat Furiosa (Charlize Teron) yang kebetulan mencoba untuk membelot dari tempat dia bernaung. Dari sini petualangan Max dan Furiosa dalam bertahan hidup dari kejaran para musuh dimulai.
Lalu, mengapa Mad Max: Fury Road bisa menjadi nomer 1? Kelebihan utama dari film ini adalah gaya yang ditunjukkan oleh George Miller. Ini adalah film action. Ya, maksudnya benar-benar film action. Sepanjang film kita tak diperbolehkan beristirahat dari aksi kejar-kejaran dengan segala unsur fantasi yang ada seperti mobil besar dan unik, persenjataan yang canggih, hingga kostum yang sulit untuk dilupakan. Film ini hadir tanpa eksposisi berlebihan, tapi tetap mudah dicerna dari keseluruhan cerita. Ya, Mad Max: Fury Road bagaikan film bisu dengan aksi menegangkan sepanjang film. Jujur saja, sudah lama sekali tak melihat film action seperti ini. |
SEARCH
GET NOTIFIED
Archives
August 2017
|