MENGANDUNG SPOILER!! Episode dengan durasi terpendek pada Season 7 ini (50 menit) berhasil menghadirkan sajian perang tak terduga, yang dipicu rasa muak Dany terhadap aksi ‘main cantik’ a la Tyrion. Dengan durasi terbatas, kalian hanya akan diberikan jatah untuk melihat kondisi terkini dari Winterfell, King’s Landing, serta pasukan Lannister pimpinan Jaime yang menuju ibukota sehabis merebut Highgarden. Kembali, Winterfell kepulangan satu lagi perempuan Stark yang telah lama melanglang buana. Kecerdikan diperlihatkan oleh showrunners, yang merubah nuansa pertemuan yang sebenarnya bisa dibuat seharu mungkin. Arya dan Sansa berjumpa dalam sebuah momen nostalgia dengan turut mengenang Ned Stark, tepat di depan patung sang ayah. Ketika Bran dipertemukan Arya, Three-Eyed Raven ini pun kembali mempertunjukkan kemampuannya menembus ruang dan waktu. Jika kalian masih belum melihat kemampuan Arya selain menjadi Faceless Girl, tenang, di episode kali ini dirinya akan mempertontonkan kemampuan bertarung dengan pedangnya yang nyaris selihai Syrio Forel. Cersei yang dalam hati sepertinya ketar-ketir semenjak kedatangan ‘debt collector’ dari Braavos, akhirnya bisa sejenak lega setelah tibanya hasil rampasan emas dari Highgarden. Bukti improvisasi cerita kembali tersaji saat misteri gua di Dragonstone coba dieksplor oleh Jon dan dijadikan bukti kepada Dany mengenai musuh sejati warga Westeros. Jokes ringan juga masih akan muncul dari ucapan-ucapan Ser Davos. Beruntung saya telah menguatkan diri untuk tak menjamah spoiler yang sejak beberapa hari lalu muncul ke permukaan. Walhasil, pada sepertiga akhir episode ini, saya tak menduga akan terjadi serangan ‘Itu’. Naga, ‘Dracarys’, CGI, semua tumpah ruah dalam sebuah pertempuran epik khas Game of Thrones, yang budgetnya juga tak kalah dahsyat. Mimik muka Jaime ketika melihat Drogon, menjadi momen terbaik versi saya di episode kali ini.
Bron juga akan cukup banyak ambil bagian, mulai dari pengingatan kembali atas janji Jaime, hingga menjadi tokoh sentral pada momen-momen krusial di pertempuran. Perpindahan ke Westeros yang terlampau cepat dari Dany dan pasukan, menjelaskan bahwa alur cerita di episode ini tak selinear biasanya. Menyisakan 3 episode lagi di Season 7 -dan sebagian besar karakter sentral telah berkumpul dengan pasukan masing-masing-, rasanya tak salah untuk mengharapkan porsi cerita dari White Walkers di paruh kedua Season ini. Saya sangat tak sabar untuk segera melihat Beric Dondarrion menyalakan api di pedangnya. - Kutu Butara
0 Comments
MENGANDUNG SPOILER!! Episode 2 di Season 7 dibuka dengan cukup kuat, lewat dialog mantap dari Dany dan Lord Varys di tengah gemuruh hujan dan petir di Dragonstone. Banyak kenikmatan lain yang tersaji pada episode kali ini, yang entah mengapa mampu membuat saya merinding takjub hampir di sepanjang episode ini berlangsung. Dengan sisa 5 Episode lagi di Season 7, Showrunners benar-benar merealisasikan kepadatan cerita dan pace cepat, yang dibarengi dengan kerapian eksekusi penyajian. Nuansa reuni nampaknya menjadi hal yang diusung pada episode ini, yang diawali dengan tibanya Melisandre di Dragonstone, guna mengabdi (kembali) kepada pemangku tahta Westeros ‘sesungguhnya’. Sementara dari King’s Landing, Cersei tengah mencoba mengumpulkan calon-calon potensial ‘Allies’, sekaligus menciptakan senjata penangkal Naga Dany yang kedatangan Melisandre, telah mendapat kabar tentang ‘King in The North’ yang baru, dan ingin bertemu langsung dengan Jon. Leadership skill yang memukau kembali diperlihatkan Jon ketika meyakinkan para koalisinya untuk tetap tenang mengenai langkah berisiko yang ia ambil dengan menemui Dany. Pesan dari Samwell juga telah sampai kepada Jon, perihal sumber daya Dragonglass di Dragonstone. Momen penuh romansa pun terjadi lewat perpisahan intim sebelum bertugas dari Missandei untuk Grey Worm. Di sini, akting natural dari sepasang insan yang tengah jatuh cinta disajikan dengan balutan pernyataan yang cukup romantis dari Grey Worm. Mimik wajah Grey Worm, gestur Missandei, dan bentuk komunikasi canggung mereka, sangat menjelaskan bahwa keduanya memang tengah dimabuk asmara. Peter Dinklage, satu-satunya pemberi Golden Globe untuk serial ini, kembali unjuk gigi akan kemampuannya meramu taktik untuk merebut King’s Landing tanpa pertumpahan darah. Adegan adu argumen antara Tyrion, Dany, Olenna Tyrell, Yara Greyjoy dan Ellaria Sand di Dragonstone, menjadi salah satu momen terbaik di episode kali ini. Bagi Jorah Mormont, rasa-rasanya ada indikasi bahwa Greyscale yang dideritanya akan segera pulih. Terima kasih untuk tabib sekaligus ilmuwan baru di Westeros, Maester muda Samwell Tarly. Dari tengah westeros Arya memutuskan untuk mengubah haluannya setelah bertemu ‘Hot Pie’, teman lamanya yang jago bikin pai.
Perpindahan adegan yang nikmat dan sajian pace cepat di sepanjang episode, akhirnya memuncak lewat sebuah momen mengharukan buat Arya. Dan kembali membuat bulu kuduk saya merinding untuk kesekian kali. Saat tengah beristirahat dalam perjalanan, Arya dikepung segerombolan serigala, hingga muncul si pemimpin gerombolan serigala dengan tubuh yang lebih besar. Ya, dialah Nymeria (dibaca "Nigh-MEER-ee-uh", atau "Nih-MER-ee-uh"), Direwolf milik Arya yang diusir pergi lantaran menggigit Joffrey pada Season 1. Saat perjumpaan ini, Arya mencoba untuk berkomunikasi dengan Nymeria. Namun sayang, Nymeria yang sebenarnya masih mengenali Arya, pergi melengos begitu saja. Dan, janji Showrunners akan kepadatan cerita terjadi jelas di akhir episode. Sebuah peperangan khas bajak laut di perairan lepas nan gelap, tersaji antara ponakan dan paman. Euron Greyjoy menampakkan tajinya sebagai salah satu petarung ulung di jagat Game of Thrones. Bersama pasukannya, Euron harus melawan Yara, yang saat itu sebenarnya sedang mengangkut 3 anak haram Oberyn Martell. Walhasil, pertarungan penuh darah menjadi sajian akhir dari keseruan Episode Stormborn. - Kutu Butara Sutradara: Christopher Nolan Penulis: Christoper Nolan Pemeran: Fionn Whitehead, Tom Glynn-Carney, Jack Lowden, Harry Styles, Aneurin Barnard, James D'Arcy, Barry Keoghan, Kenneth Branagh, Cillian Murphy, Mark Rylance, Tom Hardy Genre: Action, Drama, History, War Durasi: 110 menit "War...War never changes" Line tersebut memang bukan dari film terbaru besutan Christopher Nolan, tetapi sedikit banyak menggambarkan apa yang coba disampaikannya melalui Dunkirk. Kawan Kutu pernah merasakan bagaimana rasanya dalam situasi terhimpit? Dalam situasi tersebut biasanya kita akan melakukan hal-hal di luar akal sehat. Bisa kita ambil contoh dari dua kasus bunuh diri yang baru saja menghentak jagat berita. Mantan pacar Awkarin dikabarkan memilih untuk berhenti akibat himpitan masalah yang ia alami, dan juga vokalis band yang menemani sebagian besar masa kecil saya, Chester Bennington, juga memilih untuk "pulang" akibat terhimpit beban ketergantungan yang dialami. Dari dua kasus tersebut dapat kita tarik kesimpulan, bahwa tentunya berada dalam situasi di mana kita tidak memiliki banyak pilihan akan membuat mental kita jatuh. Lantas apa hubungannya dengan Dunkirk? Sebelumnya bagi Kawan Kutu yang bingung "bagian mana di perang dunia sih Dunkirk ini dan apa sih istimewanya?", saya akan sedikit memberi gambaran. Dunkirk adalah salah satu bagian sejarah Perang Dunia II. Kala itu 400.000 tentara gabungan Inggris dan Prancis berusaha untuk bertahan hidup dan keluar dari Dunkirk yang telah dibombardir dan dikepung oleh 800.000 lebih tentara Jerman. Dunkirk merupakan nama daerah di Prancis, yang menjadi latar film ini. Battle of Dunkirk merupakan salah satu peristiwa penting dalam sejarah Perang Dunia. Sekitar hampir 330.000 tentara berhasil dievakuasi dari Dunkirk dengan bantuan, bukan hanya tentara, tapi juga warga sipil yang turut andil dalam evakuasi paling dramatis dalam sejarah tersebut. Bisa membayangkan bagaimana rasanya menjadi salah satu dari 400.000 orang tersebut? Well, tidak perlu basa-basi lebih lanjut, baru 5 menit adegan pembuka saya sudah mengetahui bahwa ini adalah film perang yang berbeda. Camera works, nuansa kelam namun teduh dan "indah", alunan musik sendu, dan perubahan adegan yang intens membuat Dunkirk berbeda dengan film perang lainnya. Kita tidak akan disuguhkan ledakan ala Fury (2014), chaos ala Hackshaw Ridge (2016), atau penyelamatan penuh drama ala Saving Private Ryan. Dunkirk menghadirkan rasa trauma akan perang dengan cara tersendiri. Menggunakan teknik pengambilan gambar yang ciamik, Nolan seolah membentuk "pengalaman" turut berada dalam medan peperangan bagi penontonnya, terlebih ditambah dengan paduan backsound yang detail. Suara ledakan yang meski tidak sering namun membekas, suara napas, teriakan, degup jantung yang tak beraturan, serta desingan peluru membawa penonton seolah turut berada di dalam peperangan. Dunkirk berjalan dalam tempo yang lambat dan dengan alur bercampur. Film ini sendiri dibagi menjadi 3 event, di mana masing-masing event menggambarkan secara detail bagaimana situasi Dunkirk di darat, laut, dan udara. Event tersebut pun berjalan dengan waktu yang berbeda. Nolan dengan dinamis memadukan ketiga timeframe berbeda tersebut kedalam satu layar, di mana kita tidak akan sadar pada awalnya bahwa film ini tidak berjalan linear. Suguhan teknik pengambilan gambar yang begitu mempesona membuat daya tarik film ini semakin bertambah. Adegan peperangan menggunakan pesawat tempur begitu terasa intens, dengan posisi pengambilan gambar beberapa kali diambil dari sudut sang pilot tempur yang sedang berjibaku dalam kokpit. Namun hal yang membuat film ini begitu membekas bagi saya adalah fakta bahwa Nolan mencoba untuk mengambil sisi lain dari Dunkirk. Tidak ada perayaan kemenangan di sini, tidak pula sebuah ending dengan pengibaran bendera tanda hegemoni. Dunkirk adalah film tentang bertahan hidup, tentang bagaimana seorang tentara yang berdiri tipis di ambang hidup dan mati ingin berusaha pulang. Hal ini dipaparkan secara eksplisit dengan penggambaran situasi perang yang begitu kelam.
Film dengan dialog minim ini tidak memiliki karakter utama secara gamblang. Selain itu pembeda antar karakter di sini hanya dilukiskan dengan pangkat orang tersebut dalam pasukan. Hal tersebut semakin menegaskan bahwa bukan sisi personal yang ingin digambarkan oleh seorang Nolan dalam film ini, melainkan peristiwa Dunkirk itu sendiri. Meskipun dalam kredit setiap karakter memiliki nama, saya tidak begitu sadar momen di mana mereka saling memanggil nama dalam adegan. Beberapa adegan memperlihatkan bagaimana besarnya rasa putus asa beberapa tentara yang berada di sana, yang membuat kita begitu sesak menyaksikannya. Pendekatan terhadap aktor untuk karakter mereka pun dibuat "sama rata" di sini. Tidak ada satu karakter paling mencuat dari yang lainnya, sehingga penonton akan terfokus pada cerita, bukan pemerannya. Penggambaran Jerman sebagai musuh pun tidak dibuat secara gamblang disini, yang mana sepanjang film, tidak ada nama Jerman yang dicuatkan. They only referred it as "the enemy". Belakangan diketahui, hal tersebut dilakukan Nolan untuk membuat penonton penasaran dan mencoba untuk mencari tahu tentang fakta sesungguhnya dari peristiwa Dunkirk ini. Film yang juga menjadi debut bagi Harry Styles ini, bagi saya kembali berhasil membuat nama Nolan semakin mantap di jajaran sutradara kelas wahid. Bertindak sebagai sutradara dan penulis, Nolan yang juga dibantu oleh Hans Zimmer di bagian scoring, berhasil menambah portofolio perfilmannya dengan genre baru yang mampu direpresentasikan dengan detail dan khas. A cold blooded war movies yet a touching one. Rating: 9,5/10 Catatan: Pengalaman menonton film ini akan lebih terasa maksimal bila disaksikan di studio IMAX. - Kutu Klimis Sutradara: Bong Joon-ho Penulis: Bong Joon-ho dan Jon Ronson Pemeran: Ahn Seo-hyun, Tilda Swinton, Paul Dano, Jake Gyllenhaal, Byun Hee-boong, Steven Yeun Genre: Drama, Adventure Durasi: 120 menit (MENGANDUNG SPOILER) Telah sejak lama manusia hidup berdampingan dengan hewan. Tak hanya sekadar hidup bersama di satu alam, tetapi hubungan kedua makhluk ini telah berubah sedemikian rupa. Bahkan sejak ribuan tahun sebelum Masehi, manusia sudah mengeksploitasi hewan untuk berbagai kepentingan. Salah satunya adalah untuk dikonsumsi sebagai makanan. Namun seiring berjalannya waktu, muncul pertanyaan yang selalu menimbulkan pro dan kontra. Pertanyaan perihal mengkonsumsi daging lebih tepatnya. Hal inilah yang memberi inspirasi Bong Joon-ho untuk membuat Okja. Okja adalah seekor babi super yang dipelihara oleh anak kecil bernama Mija (Ahn Seo-hyun). Babi ini memang berbeda dibanding yang biasa, karena Okja sendiri adalah hasil rekayasa genetika dari perusahaan Mirando. Postur tubuh Okja mungkin sama besarnya dengan sebuah mobil, dengan raut wajah yang lebih mirip kuda nil ketimbang babi. Di film ini dikisahkan bahwa Mirando memiliki sebuah proyek besar dengan menciptakan makhluk untuk memenuhi permintaan daging di dunia. Okja adalah salah satu karya terbaik dari perusahaan yang dipimpin oleh Lucy Mirando (Tilda Swinton) tersebut. Bagi yang sudah menontonnya, mungkin sadar bahwa film Okja ini menghadirkan nuansa yang sama dengan My Neighbour Totoro-nya Hayao Miyazaki. Seorang anak kecil yang bersahabat dengan “makhluk” yang tidak biasa. Hal itu juga didukung dengan keindahan latar tempat di belantara hutan terpencil di Korea Selatan. Memang pada intinya, Okja ingin menambah wawasan serta meningkatkan kesadaran tentang industri ternak modern. Namun Bong mengemasnya dengan berbagai elemen menarik yang membuat film ini menjadi hiburan yang menyenangkan. Seperti adegan Mija yang mengejar Okja hingga pemberontakan yang terjadi di akhir-akhir film. Belum lagi film ini menghadirkan aktor-aktor dengan performa apik. Selain Ahn Seo-hyun dan Tilda Swinton, salah satu pemeran yang patut diapresiasi adalah Paul Dano. Meski hanya sebagai pemeran pembantu, tetapi dia tampil maksimal di tiap adegan. Termasuk saat dia marah pada K (Steven Yeun) di tengah-tengah misi. Selain itu ada penampilan yang cukup mengejutkan dari Jake Gyllenhaal. Melalui karakter yang diperankannya, seolah Jake membuktikan variasi kemampuannya dalam berakting. Ya, dibanding dengan perannya di film-film terdahulu, terutama beberapa tahun ke belakang, penampilan Jake sangat menghibur. Namun di beberapa kesempatan saya merasa aktor di film ini terlalu “gemuk”. Ya, sayang rasanya jika melihat aktor sekaliber Steven Yeun, Lilly Collins, dan Giancarlo Esposito hanya mendapat peran-peran kecil. Film Okja juga menampilkan sinematografi yang ‘wah’. Lumayan banyak adegan yang membekas. Mulai dari aksi kejar-kejaran Mija dan truk Mirando hingga penggambaran rumah potong di Amerika. Kemampuan Darius Khonji rasanya memang tak perlu kita ragukan lagi ya. Perihal Industri Ternak Modern Terlepas dari berbagai hal di atas, yang paling menarik perhatian saya dari Okja adalah perihal industri ternak modern. Sebagai orang yang pernah menggeluti dunia peternakan secara langsung selama beberapa tahun, saya cukup paham apa yang ingin disampaikan oleh Bong Joon-ho. Film ini cukup jelas menggambarkan kekejaman manusia terhadap hewan ternak. Adegan yang harus diperhatikan adalah ketika berada di laboratorium dan rumah potong milik Mirando. Di laboratorium kita bisa melihat ada banyak hasil percobaan yang tak sesempurna Okja. Dalam kehidupan nyata penerapan bioteknologi telah berkembang cukup pesat. Terutama sejak pemahaman tentang struktur DNA mencuat dan muncul teknik rekayasa genetik. Singkatnya, teknik ini bertujuan untuk menghasilkan molekul DNA yang berisi gen atau kombinasi gen baru yang diinginkan. Film Okja sebenarnya cukup jelas menggambarkan hal yang menjadi pemicu hadirnya bioteknologi. Yaitu untuk memenuhi permintaan dan ketersediaan produk ternak. Maka dari itu, banyak ilmuwan yang mencoba untuk meningkatkan produktivitas ternak melalui bioteknologi. Hal ini memang terjadi tanpa kita perhatikan. Seperti contohnya ayam broiler, yang merupakan hasil perkawinan silang dengan sistem berkelanjutan hingga mencapai mutu seperti saat ini. Dengan pertumbuhan yang cepat, broiler hanya butuh 4 hingga 6 minggu sebelum mengakhiri masa hidupnya. Ya, ibaratnya menciptakan Okja adalah suatu impian besar manusia. Bayangkan berapa kilogram potensi daging yang bisa diberikan oleh spesies Okja dari satu ekor. Satu hal lagi adalah perihal rumah potong. Di film Okja, rumah potong menjadi krusial dalam menggambarkan kebrutalan industri ternak modern. Ya, dibalik daging yang tersaji di piring kita, ada proses yang cukup kejam di dalamnya. Bagaimana hewan-hewan itu seolah tak punya pilihan hidup selain disembelih oleh manusia.
Memang di dunia ini ada yang namanya animal welfare atau yang juga disebut sebagai kesejahteraan hewan. Film Okja juga memperlihatkan bagaimana industri ternak modern sering mengesampingkan hal ini. Ketika Mija berusaha mencari Okja, terlihat bagaimana babi-babi super itu ditempatkan dalam lahan yang terlalu padat. Selain itu ada juga adegan bagaimana mereka digiring paksa dengan cara disetrum untuk masuk ke tempat pemotongan. Oh ya, Animal Welfare hadir didasari oleh kesadaran dan pertimbangan bahwa hewan yang hidup harus diberi kesejahteraan, terutama ketika mereka digunakan untuk kepentingan manusia. Termasuk dibunuh untuk makanan, penelitian ilmiah, dan sebagai peliharaan. Ada sebuah cara untuk menilai kesejahteraan hewan yang dikenal dengan konsep Five of Freedom: Bebas dari rasa lapar dan haus Bebas dari rasa tidak nyaman Bebas dari rasa sakit, luka, dan penyakit Bebas mengekspresikan perilaku normal Bebas dari rasa stres dan tertekan Ya, rasanya kita tahu bahwa Okja cukup menggambarkan bagaimana kejamnya manusia bahkan terhadap calon makanannya sendiri. **** Secara keseluruhan, Okja adalah film yang sangat bagus menurut saya. Terlepas dari isu yang diangkat oleh sang sutradara, film ini memang memiliki banyak keunggulan di berbagai aspek. Selain itu, Okja juga seolah melanjutkan kebangkitan film-film Korea. Pada intinya kita ini seperti Mija, hanya gadis kecil yang tak bisa berbuat banyak melawan korporasi multinasional dan kapitalisme. Tetapi kita bisa kok memulai dari hal-hal kecil dengan mencoba memahami dan menerapkan Five of Freedom animal welfare. Ya, mulailah perhatikan peliharaan kalian dan jangan ragu untuk menegur orang yang lalai. Namun rasanya film ini tidak cocok ditonton oleh anak-anak, meski pemeran utamanya adalah Ahn Seo-hyun yang masih berusia 13 tahun. Karena kebrutalan yang dihadirkan di beberapa kesempatan. Saran saya juga berhati-hati untuk menonton film ini, terutama untuk para pecinta binatang. Karena mungkin pandangan kalian terhadap ‘daging’ akan sedikit berubah. Rating: 8/10 - Kutu Kasur MENGANDUNG SPOILER!! Waktu yang ditunggu-tunggu akhirnya datang untuk para penikmat serial Game of Thrones. Season 7 ini menandakan dimulainya improvisasi serta ekplorasi dari cerita yang telah dibuat opa George R.R. Martin dalam paket 'A Song of Ice and Fire'. Meskipun nyatanya banyak sajian yang memang berbeda antara serial ini dan sumber adaptasinya. Untuk para pembaca seri novelnya, saya ucapkan selamat datang di antah berantah dan zona ketidaktahuanmu huehehe. Episode pembuka dari season 7 ini rasanya cukup merata bagi semua storyline, mulai dari pembuktian alasan mengapa David Bradley (Walder Frey) masih ikut dalam pengambilan gambar untuk produksi season ini padahal secara jelas dirinya telah digorok Arya pada akhir season lalu, hingga kabar dari Nasib Jorah yang kali terakhir terlihat saat berpamitan kepada Dany untuk mencari penyembuh Greyscale yang menimpanya. Bran dan Meera telah tiba di The Wall/Castle Black dan bergabung dengan pasukan 'Penjaga Malam' pimpinan Eddison Tollett. Sementara Jon Snow dan Lyanna Mormont menunjukkan bakat kepemimpinannya di Winterfell, King's Landing pun kedatangan tamu dari barat dengan sebuah penawaran yang dapat (dengan mudah) ditolak. Saya sedikit terpingkal ketika adegan Arya yang sedang berkuda dan perlahan terdengar suara alunan lagu dari suara yang cukup familiar. Bisa coba tebak siapa pelantunnya? Tak lain dan tak bukan, Ed Sheeran. Ya, dirinya cukup eksplisit berada di depan kamera dengan tatanan rambut khas dirinya, lengkap dengan seragam tentara Lannister. Dari Oldtown, Samwell Tarly yang ternyata melakukan 'pekerjaan kotor', mulai berontak untuk menjadi seorang Pawang White Walkers. Sementara Brotherhood Without Banners tiba di sebuah rumah singgah. Disini, Sandor Clegane akhirnya paham mengenai alasan kehadiran Grup tersebut di bumi westeros, setelah mendapat penglihatan dari api yang dinyalakan oleh Thoros. Lalu, siapakah mayat yang dikuburkan The Hound disana? dialah Bapak dan Anak di Season 4 yang menjamu dirinya bersama Arya kala itu, namun kemudian The Hound merampas harta milik si bapak, dengan alasan bahwa keluarga tersebut tak akan mampu bertahan melalui Winter. Dan memang terbukti. Di bagian akhir episode ini, Kawan Kutu akan disajikan adegan kepulangan Dany ke tempat kelahirannya. Dari sini, Sang Ibu Naga nampaknya akan mencoba meramu taktik penyerangan bersama para sekutu guna mengembalikan tahta 7 Kerajaan ke tangan Targaryen. Dari segi teknis, Kawan Kutu masih akan melihat kedalaman dialog pada beberapa adegan. Seperti saat Jon Snow menyampaikan pandangannya mengenai pengkhianat dan pesan sang ayah, juga perdebatan seru dan saling hina antara Clegane, Beric dan Thoros. Atau sekedar celotehan sederhana seorang tentara Lannister yang berharap memiliki seorang anak perempuan, dengan harapan mampu merawat si Ayah ketika tua kelak. Pengambilan gambar apik juga terlihat saat pertemuan Arya dengan tentara Ed Sheeran yang terjadi di sekitar aliran sungai kecil, adegan Cersei dan Jaime di sebuah tempat di King's Landing yang beralaskan lukisan peta Westeros, hingga perpindahan adegan secara cepat dengan nuansa komedi, guna mempertontonkan rutinitas menjijikan Samwell Tarly.
Jika Kawan Kutu sudah melihat preview untuk episode 2 nanti, nampaknya akan ada kemunculan kembali dari Direwolf yang telah lama hilang. Pasti Kawan Kutu sudah bisa menebaknya. - Kutu Butara |
SEARCH
GET NOTIFIED
Archives
August 2017
|