Captain: "Raise the t'gallants!" Crew: "Raise the t'gallants!" "Out of the way!" Captain: "Brace up another five degrees!" Quartermaster: "Five degrees! - Five degrees!" Captain: "Bring her up into it." "More! Brace up a little more! More! That's well!" Quartermaster: "That's well." Crew: "Hold on!" Captain: "Now bring her up into it." "More, damn it." "Like this!" Crew: "Aye, Captain!" Captain: "There. Hold it there. Hold her tight. Speed! Again, please!" Crew: "Time! Seven and a half knots!" Quartermaster: "All right, ladies, get some rest. In a few hours, things are gonna get awfully interesting." Black Sails, dari namanya saja sudah tersirat jelas kalau film serial ini tentang kelautan, dan tentunya gelap, hitam, dan jahat. Ditambah lagi dengan poster serial ini, sudah pasti anda tau film ini bercerita tentang bajak laut. 25 Januari 2014 lalu, Jonatahan E. Steinberg & Robert Levine membawa penonton dibawah naungan Starz Channel ke dalam kunonya laut dan kepulauan bahamas di tahun 1715, pada saat masa keemasan bajak laut (Golden Age of Piracy). Dimana Hukum setiap bangsa beradab menyatakan mereka (bajak laut), sebagai "hostis humani generis", (musuh seluruh umat manusia). Sebagai tanggapan atas predikat tersebut, para perompak mendoktrin diri mereka untuk "war against the world". Anda pecinta Pirates of The Caribbean ? ya, saya juga salah satu fans dari film yang dibintangi johnny depp tersebut. Tapi jangan salah sangka , anda mungkin akan tidak sependapat dengan saya, bila saya bilang bahwa Black Sails, jauh lebih menggambarkan kehidupan bajak laut pada eranya ketimbang POTC. dan belum tentu juga anda akan suka serial ini apabila membandingkannya dengan POTC. Saran saya buang jauh-jauh Jack Sparrow dan koleganya, dan siapkan memori anda untuk meresapi setiap percakapan para bajak laut, diantaranya, Captain Flint (Toby Stephens), Eleanor Guthrie (Hannah New), John Silver (Luke Arnold), Captain Charles Vane (Zach McGowan), Anne Bonny (Clara Paget), Calico Jack Rackham (Toby Schmitz), Mr. Gates (Mark Ryan) dan bajak laut sinting lainnya. Niat! ya niat, series-maker dari luar negeri memang penuh dengan totalitas, tema film dan garapannya pasti selalu membuat kita asik menonton, seakan-akan lupa waktu dan tempat , dan masuk ke dunia karangan visual tersebut. Starz, membuat semuanya tampak asli ! ya, kapal galleon yang akan kalian liat di serial ini benar-benar asli, asli bukan grafik atau studio set, namun hasil karya tangan 300 orang pekerja. Starz kali ini benar-benar tidak main-main dalam mengerjakan serial anyar ini, ditambah dengan keikut sertaan sang produser Michael Bay , menambah serial ini menjadi tontonan yang patut diikuti di 2014 ini. Naah, seperti biasanya, semua serial garapan Starz agak sedikit berbeda, mereka saya sebut agak sedikit “liar dalam aturan”, ya kalau kalian menonton Spartacus, dan Davinci’s Demons, mungkin anda tahu maksud saya. You’ll found a lot of blood & boobs ! lol Serial yang di produseri oleh penggarap film Transformers dan Armageddon Ini, sudah season-finale di episode VIII, sekitar 2 minggu lalu. Tampil berbeda dengan serial-serial tv lainnya yang menggunakan judul sebuah kalimat, Black Sails memberi judul per episodenya dengan angka romawi, what an epic. Sampai saat ini, saya pribadi merekomendasikan anda para penggila harta & lautan untuk menonton serial ini. Rumornya season berikutnya akan rilis di tahun 2015. Ini menimbulkan tanda Tanya? Apakah season 2 yang katanya sudah kontrak 10 episode akan menggelegarkan otak penonton setelah sekian lama rehat? Atau malah sebaliknya? Atau? Atau? Atau? Ya sisanya saya kembalikan kepada anda. Oleh : Kutu Ular
0 Comments
Saya selalu kagum dengan orang-orang yang berani meninggalkan kehidupannya demi sesuatu yang mereka anggap lebih besar dari kehidupan nya itu sendiri..
"Idealism." they said. The term idealism (according to my self) refers to a ways of living, thinking and doing. I believe every people has their own way and its different with each other. Well, you know, the differences were formed by society, culture, religion, govt, and family. In other words, saya mau bilang bahwa pihak pihak yang punya otoritas itulah yang menciptakan idealisme dalam kehidupan kita. Banyak orang mengikuti arus ideal tersebut.Sedikit orang membuat arus idealnya sendiri. Saya yang terhitung dalam kategori "banyak" ini menganggap sedikit orang tersebut adalah orang orang yang istimewa. .............................. Tunggu dulu, dont get me wrong. Saya tidak ingin membahas tentang sebuah idealisme atau betapa idealisnya seseorang. Terlalu sensitif. Saya adalah makhluk realistis. Who we are is not static, We are a constant evolution. Jadi, Ini hanya sedikit cerita kekaguman dari saya yang tidak pandai bercerita. Lalu? Begini. Beberapa kali saya jatuh cinta pada karakter-karakter fiksi dalam sebuah film. Jack Skellington adalah alasan saya untuk berdandan seperti Sally pada Halloween tahun lalu. Ichabod Crane, Flynn Rider, Joel Barish, Lizbeth Salander.I wish they were real... Kecuali, Alexander Supertramp. Saya berharap dia hanya sebuah tokoh fiksi dalam film Into the Wild. Saya berharap dia hanya sekedar imajinasi Sean Penn, sang sutradara atau Jon Krakauer, sang penulis. Saya berharap dia tidak nyata. Karena realitas bukanlah tempat untuk seorang Supertramp. Seorang petualang- a super foot traveler dengan segala keanarkian nya, memberikan saya pelajaran tentang sebuah kesederhanaan. Dan.. Saya harus sadar bahwa dia tidak dilahirkan dari sebuah imajinasi atau diciptakan menjadi tokoh fiksi. Dia nyata. Dia ada. Dia pernah hidup. Orang tua nya memberi nama Christoper Johnson McCandless saat ia lahir. Chris adalah anak yang beruntung , dibesarkan di lingkungan keluarga yang dihormati secara prestasi dan materi. Kedua orang tua nya sukses berkontribusi dalam industri dirgantara Amerika. Kemauan Chris yang keras sudah terlihat sejak kecil. Dia sungguh cemerlang. Hubungan kedua orang tua nya yang tidak lagi harmonis memaksa Chris dan adiknya melihat hal hal yang begitu menyakitkan. Setiap hari, rasa sakit itu membusuk jadi pahit. Kepahitan sekaligus Kehormatan menjadi bagian keluarganya. Hal-hal itu- matrealism of society, menjadi sangat memuakan bagi Chris. Betapa ingin, ia menertawakan dan menghina karakter karakter kapitalis masyrakat. Selama 4 tahun, Chris dipenjara oleh hal hal akademik demi menuruti kemauan orang tua nya. Ketika ia lulus menjadi sarjana, Ayah `nya memberikan sebuah Cadilac sebagai ganti mobil tua yang selama ini ia kendarai. Chris tidak membutuhkan hadiah kelulusan dari ayahnya. Chris menolaknya mentah-mentah. Memang, hubungan Chris dan ayahnya tidak pernah matang dan sedap untuk dinikmati. Hal-hal yang Chris nikmati hanyalah buku-buku yang banyak menginspirasinya. Karya-karya Leo Tolstoy, Jack London, H.D Thoreau dijadikan sebagai parafrase yang membantunya hidup dan memahami banyak hal. Haduh.. Saya bosan sekali menceritakan kehidupan Chris sebelum ia lahir menjadi Alexander Supertramp.Saya juga bosan menyebutnya dengan nama Chris. Saya lebih suka menyebutnya Supertramp. Alexander Supertramp. An Extremist. An Aesthetic Voyager. Begitulah ia menamai alter ego nya. Tahun 1990, Supertramp memutuskan untuk tidak lagi meracuni dirinya dengan peradaban masyrakat. Terlalu lama dia menjadi Chris, menderita penyakit-penyakit moral dan berobat pada formalitas-formalitas nilai. Dia sungguh ingin melepas ikatan-ikatan apapun yang melabel dirinya. Ia meninggalkan keluarganya, Ayah Ibu yang selalu berpura-pura- seperti bermain peran menjadi orang tua. Ia meninggalkan adiknya, satu satunya teman bicara. Ia menggunting kartu kredit dan tanda pengenalnya. Ia mendonasikan seluruh uang tabungan akademis kepada lembaga amal, meninggalkan mobil tua kesayangan, dan membakar dollar-dollar terakhir yang ia miliki. Money makes people cautious, pikirnya. Dua tahun, Supertramp berjalan dengan boot kulit dan ranselnya. Bersenang-senang tanpa tujuan. Hingga akhirnya datang sebuah petualangan besar. An Odyssey to North, the climactic battle to kill the false being within… Selama setahun, Supertramp memimpikan petualangan nya ke Alaska. Ia ingin pergi ke Alaska. Ia ingin berada di alam putih utara. Di belantara Alaska. Just be there! Just on his own ! No fucking watch, no map, no ax, no nothing. Nothing. Just be out there in it. In big mountains, rivers, sky, game.. getting out of sick society. Ketika Supertramp mempersiapkan petualangan terbesarnya, Ia beberapa kali menjumpai orang-orang, berbagi cerita tentang perjalanan nya. Orang-orang ini banyak membantu Supertramp. Mereka seperti….heran?takjub?kagum?terinspirasi? (apapun itu namanya) Mereka menyayangi dan merindukan Supertramp. Sebelum musim semi, Supertramp sampai di Fairbanks, Alaska. Ia membawa 10 pound beras, senapan, beberapa buku dan peralatan kemping untuk memulai kehidupannya di alam liar. Inilah puncak petualangan nya.. The climactic battle to kill the false being within.. Not to be strong, but to feel strong To measure your self To find your self At least once in the most ancient of human conditions, facing the blind, deaf stone alone with nothing to help you but your hands and your own head. Di penghujung musim semi, suatu ketika Supertramp membaca karya Tolstoy yg berjudul Family Happiness. Ide-ide tentang kebahagian itu mendatangi Supertramp. People, Family, Rest, Nature, Books, Music, Love, Mate, and Children…What more can a heart of man desire?... Supertramp memutuskan untuk meninggalkan Alaska. Mungkin kembali menjadi Chris . Chris yang selalu berkata “Thank you, I just don’t want anything” kepada ayahnya.,Chris yang beremansipasi dari kontrol orang tua, Chris yang membenci matrealisme berlebihan, atau…. Chris yang menyadari bahwa kebahagian itu hanya nyata ketika dibagi? Tidak tahu... Saya hanya berharap Supertramp tidak nyata. Karena saya mengagumi kesederhanaannya, Idealisme yang menyadarkan saya tentang begitu banyaknya kenyamanan-kenyamanan yang salah Terima kasih, Supertramp... Saya berharap kamu hanya Chris. sayang... kenyataan bukan untuk si Idealis. Oleh: Kutu-kan |
SEARCH
GET NOTIFIED
Archives
August 2017
|