Sutradara: Michael Bay
Penulis: Akiva Goldsman, Art Marcum, Matt Holloway, Ken Nolan Pemeran: Mark Wahlberg, Josh Duhamel, Stanley Tucci, Anthony Hopkins, dan Isabela Moner Genre: Action, Sci-fi Durasi: 160 menit Sebelum memulai review ini, saya akan mengatakan bahwa sekuel ke-5 dari saga panjang perang antara Autobot dan Decepticon ini adalah film yang amat sangat luar biasa. Film yang konon menghabiskan dana hampir 200 juta dollar US, yang bila dirupiahkan dapat menyelematkan Sevel dari kebangkrutan ini "melahap" habis kuota teater, setidaknya di kota Bogor dan sebagian Jakarta. 7 studio dan 6 di antaranya menampilkan bagaimana Michael Bay seolah berkata kepada kita, "Woy, lo liat nih caranya main petasan yang benar!" Amat sangat luar biasa bukan? Bukan hanya menampilkan adegan khas dari Michael Bay, di mana saya rasa ia akan sakau apabila tidak ada ledakan, film ini pun memberikan cerita/latar sejarah yang amat sangat patut diacungi jempol. Bagaimana tim penyusun cerita memaparkan sejarah di sini seolah menjelaskan masa lalu mereka, di mana mereka dahulunya pasti adalah siswa yang pura-pura diare lalu ke UKS, siswa yang nongkrong dengan penjaga kantin, atau siswa yang lebih memilih untuk nyangkut di pagar saat pelajaran sejarah dimulai. Sejujurnya saya kehabisan kata-kata untuk film ini. Menyaksikannya seolah menguji keimanan saya yang kala itu sedang berpuasa. Saya berkali-kali mengumpat karena saking takjubnya akan adegan-adegan aneh, plot yang berantakannya menyaingi PKL Tanah Abang, dan skrip yang betul-betul tidak bisa disandingkan dengan naskah drama semasa SMA saya, di mana naskah saya kala itu lebih berstruktur. Saya tidak paham apa yang Raja Arthur dan Sahabat Meja Bundarnya lakukan di film ini. Karakter Merlin pun seolah dinistakan di sini, di mana ia lebih terlihat sebagai kakek-kakek dengan masa kecil kurang bahagia ketimbang seorang penyihir berkarisma. Namun saya kagum Michael Bay berhasil melobi Kazuki Takahashi untuk menampilkan Blue Eyes Ultimate Dragon dari komik Yu-Gi-Oh di film ini. Entah apa yang kurang dalam film ini. Akal sehat mungkin saya rasa. Michael Bay seolah membuat film ini ketika ia selesai meminum Intisari tiga botol Marjan serta mengalami halusinasi hebat dalam pikirannya, dan langsung melakukan pengambilan gambar. Perpindahan cerita yang dilakukan begitu halus. Saking halusnya membuat saya meringis karena pusing. Plot cerita dikemas dengan struktur yang amat kuat. Saking kuatnya, akhirnya saya mengalami kesulitan untuk mendalami apa inti cerita dari film ini. Scoring musik yang dilakukan pun begitu mengena. Mengena ke lambung saya sehingga membuat mual bukan kepalang dengan musik-musik pengiring yang amat memekakkan telinga. Mark Wahlberg pun di sini tampil seolah dia bekerja dengan sukarela. Tidak ada aksi mengena yang ia tampilkan. Pemeran pendukung lain juga seolah tak ingin ketinggalan untuk membuat film ini semakin layak ditertawakan. Pengambilan gambar yang dilakukan seakan dijalankan dengan semena-mena, sehingga cukup banyak angle yang "awkward" dan kurang bisa dinikmati. Aksi yang ditampilkan pun begitu memukau, hingga apabila dikalkulasi membuat saya tertidur selama 15 menit di film ini. Akiva Goldsman, Ken Nolan, Matt Holloway, dan Art Marcum yang berada dibalik skrip cerita, saya rasa mereka mengerjakan The Last Knight ini 2 hari sebelum deadline, di mana mereka menyusunnya sambil bermain bersama Pablo Benua sehingga mereka "halu" bersama. Bahkan efek CGI yang terasa begitu megah di film-film sebelumnya menemui senjakalanya di film ini, di mana cgi yang ditampilkan terasa lebih kasar dan kaku. Namun kembali lagi, film dengan durasi 160 menit ini sejujurnya adalah film yang luar biasa. Saya rasa Michael Bay tidak perlu berkecil hati akan kritik yang kabarnya ia terima dari film ini. Karena menurut saya, film ini akan laku keras apabila digunakan sebagai salah satu alat penyiksa tahanan atau alat interogasi. Karena duduk selama 160 menit menyaksikan film ini dan melewati menit demi menit yang berjalan, merupakan sinonim dari penyiksaan. One hell of a movie. Sampai-sampai menyaksikannya seolah membuat kita merasa Michael Bay sedang membawa kita masuk ke dalam neraka dalam perspektifnya. Setelah film usai pun hati saya meringis karena saya merelakan batal membeli Yeezy kw demi nonton film ini. Skor? 👌 dari 10. Lebih baik 200 juta dollar tersebut dibayarkan zakat saja. Lebih berkah Om Bay. - Kutu Klimis
0 Comments
Sutradara: Michael Bay Penulis: Akiva Goldsman, Art Marcum, Matt Holloway, Ken Nolan Pemeran: Mark Wahlberg, Isabela Moner, Josh Duhamel, Laura Haddock, Anthony Hopkins Genre: Action, Adventure, Sci-fi Durasi: 149 menit Setelah kesuksesan “finansial” beberapa film pertamanya (meskipun tidak ada satupun yang memuaskan para kritikus), Paramount Pictures terus gencar memproduksi film-film baru dari series Transformers. Yang teranyar adalah The Last Knight, series ke-5 dari film Transformers. Entah mengapa Michael Bay kembali dipercaya menjadi sutradara dalam proyek ini, meskipun 4 film pendahulunya mendapat tanggapan negatif dari para kritikus. Film dimulai dari zaman Medieval di Inggris kuno, menceritakan asal mula Transformers di Bumi, lalu melompat ke 1600 tahun kemudian (Present). Naskah yang dibuat oleh 4 orang (Akiva Goldsman, Ken Nolan, Art Marcum, Matthew Hollaway) sangat buruk. Bahkan ide cerita terlihat terlalu dipaksakan. Terasa seperti merangkai 3 potongan ide cerita yang dirangkai sembarangan menjadi satu. Meskipun tidak terlalu tertebak dan tidak terlalu klise, namun cerita yang dibangun masih sangat lemah yang berujung menjadi membosankan, dan dialog antar karakter jauh dari menarik. Dari jajaran cast, masih terdapat beberapa kelemahan. Dengan budget sebesar 260 juta USD, seharusnya cast tidak menjadi kelemahan/masalah pada film ini. Adanya beberapa miscast dan penampilan cast yang masih kurang baik, tentu tidak lepas dari Michael Bay sebagai sutradara, dan penulisan naskah yang buruk. Dari jajaran cast, masih terdapat beberapa kelemahan. Dengan budget sebesar 260 juta USD, seharusnya cast tidak menjadi kelemahan/masalah pada film ini. Adanya beberapa miscast dan penampilan cast yang masih kurang baik, tentu tidak lepas dari Michael Bay sebagai sutradara, dan penulisan naskah yang buruk.
Music-Scoring yang dicompose oleh Steve Jablonsky belum maksimal dan masih kurang memberikan suasana intense dari setiap scene nya. Sound editing dan Sound mixing mungkin menjadi salah satu poin plus dari film ini, suara-suara robot Autobots dan Decepticon, serta ledakan-ledakan yang terdengar tidak cukup buruk. Tidak ada yang special dari sinematografi oleh D.o.P Jonathan Sela, setiap frame terlihat hambar tanpa teknik-teknik kamera dan compositing yang keren. Dan satu-satunya yang dapat dinikmati dalam film ini adalah penggunaan CGI / visual effect. Robot-robot Autobots dan Decepticon yang berperang, pesawat luar angkasa yang digambarkan dengan baik di film ini. Ledakan-ledakan khas Michael Bay pun cukup keren. Michael Bay memang cukup baik dalam membuat adegan-adegan action di suatu film. Namun, masih belum bisa menutupi ide cerita dan naskah yang masih sangat lemah. Sebuah perpisahan yang buruk dari Michael Bay. Rating: 5/10 - Yogi Syahputra (Penulis adalah pemilik blog Film Art Indonesia) Silakan cek Tulisan Pembaca untuk melihat tulisan lainnya dari Kawan Kutu. Berikut tv spot terbaru dari film ke-5 Transformers, yang akan tayang 23 Juni 2017. Transformers: The Last Knight akan disutradarai oleh Michael Bay dan dibantu Art Marcum serta Matt Holloway sebagai penulisnya. Film ini dibintangi oleh Mark Wahlberg, Anthony Hopkins, John Goodman, Laura Haddock, dan juga Stanley Tucci. Captain: "Raise the t'gallants!" Crew: "Raise the t'gallants!" "Out of the way!" Captain: "Brace up another five degrees!" Quartermaster: "Five degrees! - Five degrees!" Captain: "Bring her up into it." "More! Brace up a little more! More! That's well!" Quartermaster: "That's well." Crew: "Hold on!" Captain: "Now bring her up into it." "More, damn it." "Like this!" Crew: "Aye, Captain!" Captain: "There. Hold it there. Hold her tight. Speed! Again, please!" Crew: "Time! Seven and a half knots!" Quartermaster: "All right, ladies, get some rest. In a few hours, things are gonna get awfully interesting." Black Sails, dari namanya saja sudah tersirat jelas kalau film serial ini tentang kelautan, dan tentunya gelap, hitam, dan jahat. Ditambah lagi dengan poster serial ini, sudah pasti anda tau film ini bercerita tentang bajak laut. 25 Januari 2014 lalu, Jonatahan E. Steinberg & Robert Levine membawa penonton dibawah naungan Starz Channel ke dalam kunonya laut dan kepulauan bahamas di tahun 1715, pada saat masa keemasan bajak laut (Golden Age of Piracy). Dimana Hukum setiap bangsa beradab menyatakan mereka (bajak laut), sebagai "hostis humani generis", (musuh seluruh umat manusia). Sebagai tanggapan atas predikat tersebut, para perompak mendoktrin diri mereka untuk "war against the world". Anda pecinta Pirates of The Caribbean ? ya, saya juga salah satu fans dari film yang dibintangi johnny depp tersebut. Tapi jangan salah sangka , anda mungkin akan tidak sependapat dengan saya, bila saya bilang bahwa Black Sails, jauh lebih menggambarkan kehidupan bajak laut pada eranya ketimbang POTC. dan belum tentu juga anda akan suka serial ini apabila membandingkannya dengan POTC. Saran saya buang jauh-jauh Jack Sparrow dan koleganya, dan siapkan memori anda untuk meresapi setiap percakapan para bajak laut, diantaranya, Captain Flint (Toby Stephens), Eleanor Guthrie (Hannah New), John Silver (Luke Arnold), Captain Charles Vane (Zach McGowan), Anne Bonny (Clara Paget), Calico Jack Rackham (Toby Schmitz), Mr. Gates (Mark Ryan) dan bajak laut sinting lainnya. Niat! ya niat, series-maker dari luar negeri memang penuh dengan totalitas, tema film dan garapannya pasti selalu membuat kita asik menonton, seakan-akan lupa waktu dan tempat , dan masuk ke dunia karangan visual tersebut. Starz, membuat semuanya tampak asli ! ya, kapal galleon yang akan kalian liat di serial ini benar-benar asli, asli bukan grafik atau studio set, namun hasil karya tangan 300 orang pekerja. Starz kali ini benar-benar tidak main-main dalam mengerjakan serial anyar ini, ditambah dengan keikut sertaan sang produser Michael Bay , menambah serial ini menjadi tontonan yang patut diikuti di 2014 ini. Naah, seperti biasanya, semua serial garapan Starz agak sedikit berbeda, mereka saya sebut agak sedikit “liar dalam aturan”, ya kalau kalian menonton Spartacus, dan Davinci’s Demons, mungkin anda tahu maksud saya. You’ll found a lot of blood & boobs ! lol Serial yang di produseri oleh penggarap film Transformers dan Armageddon Ini, sudah season-finale di episode VIII, sekitar 2 minggu lalu. Tampil berbeda dengan serial-serial tv lainnya yang menggunakan judul sebuah kalimat, Black Sails memberi judul per episodenya dengan angka romawi, what an epic. Sampai saat ini, saya pribadi merekomendasikan anda para penggila harta & lautan untuk menonton serial ini. Rumornya season berikutnya akan rilis di tahun 2015. Ini menimbulkan tanda Tanya? Apakah season 2 yang katanya sudah kontrak 10 episode akan menggelegarkan otak penonton setelah sekian lama rehat? Atau malah sebaliknya? Atau? Atau? Atau? Ya sisanya saya kembalikan kepada anda. Oleh : Kutu Ular |
SEARCH
GET NOTIFIED
Archives
August 2017
|