Sutradara: James Gunn
Penulis: James Gunn Pemeran: Chris Pratt, Zoe Saldana, Dave Bautista, Vin Diesel (Suara), dan Bradley Cooper (Suara) Genre: Action, Adventure, Science Fiction Durasi: 137 Menit Siapa dari Kawan Kutu di sini yang suka sepak bola? Atau setidaknya yang sedikit mengikuti perkembangannya? Tentunya Kawan Kutu ingat hampir satu tahun lalu, jagat sepakbola dikejutkan dengan keluarnya Leicester City sebagai jawara di liga yang disebut-sebut paling kompetitif di dunia, Liga Inggris. Bila hal itu dianggap biasa saja, perlu diingat bahwa setahun sebelumnya, mereka hampir saja terlempar dari liga utama dan baru "selamat" di momen-momen akhir kompetisi. Terlalu rumit? Hmm baik, akan saya permudah. Anggaplah kita sedang dalam malam anugerah insan musik, di mana ada pemilihan penyanyi terbaik Indonesia sepanjang masa. Nominatornya mulai dari penyanyi legendaris macam Chrisye, hingga penyanyi top masa kini seperti AgnezMo, Raisa, Isyana (ah sudah cukup jangan bicarakan masa lalu saya), atau Yovie Widianto dan yang lainnya. Kemudian kita mendapati fakta ketika (katakanlah) Raffi Ahmad dan pasukannya membacakan pemenang, ternyata pemenang kategori tersebut adalah duet Young Lex dan Awkarin. Wow. Booooom dan A.N.J.A.Y sekali bukan? Nah pada 2014 lalu, bioskop digegerkan dengan sebuah poster yang memajang seorang manusia, seorang (?) wanita hijau, pegulat smackdown dengan tubuh penuh ukiran, "rakun liar", dan pohon hidup berukuran raksasa berlatar luar angkasa dengan logo Marvel di atas judulnya. Logo Marvel tersebutlah yang saya jamin membuat sebagian besar penonton hari pertamanya tertarik mempertaruhkan jatah hiburannya untuk datang ke bioskop, dan membeli tiket ketika poster tersebut dipajang di bawah tulisan "Now Playing". Dengan durasi 122 menit kala itu, saya jamin hampir sebagian besar pula dari penonton merasa "menang taruhan" atas jatah yang mereka keluarkan untuk menyaksikan 5 karakter asing, yang awalnya hanya "meminjam nama" Marvel berevolusi menjadi salah satu bagian integral dari portofolio Cinematic Universe mereka. Ya, kala itu Guardians of The Galaxy merupakan film "asing" yang mampu membuat penonton jatuh cinta pada pandangan pertama. Akting prima seluruh pemerannya, terutama Chris Pratt, sinematografi yang detail, visual yang megah, musik yang memorable, dan cerita yang "out of the box" adalah beberapa alasan yang mendasari hal tersebut. But honeymoon won't last forever. Leicester, musim ini mengalami musim yang sulit. Young Lex dan Awkarin? Well, setelah memenangkan award fiktif tersebut saya dengar mereka mau jadi calon gubernur, dan sekuel Guardians of The Galaxy? Hmm, ayo kita bahas. Saat awal dirilis, hanya buaya tukang gombal, atau seorang pembaca komik fanatis yang bilang bahwa mereka tahu siapa itu Peter Quill, Yondu, atau Rocket. Atau alasan kenapa si pohon raksasa membuat Vin Diesel bisa membeli mobil mewah hanya dengan berkata "I AM GROOOOT" sepanjang film. Tidak banyak yang tahu apa itu Guardians of The Galaxy dan apa cerita yang akan mereka dapatkan dari film itu. Fakta tersebut tentunya dapat menjadi dua sisi mata pedang. Di satu sisi dapat membuat Marvel "rugi bandar". Di sisi lainnya mereka bisa menguatkan hegemoni dengan memperkenalkan karakter "minor" selain Iron Man dan Captain. America. Guardian of The Galaxy kala itu sukses untuk sisi kedua. Mereka mampu menjadi idola baru dari franchise Marvel. Selain beberapa alasan yang saya sebutkan sebelumnya, ada satu alasan vital yang bagi saya membuat GoTG mampu sukses, yakni keberhasilan James Gunn dan Nicole Perlman mengeksplorasi cerita dan detail karakter. Hal itu membuat para penonton mampu menikmati film dengan pengalaman yang berbeda dari film-film Marvel lainnya. Kala itu para penonton tidak memiliki ekspektasi apa-apa untuk film tersebut dan berhasil keluar dengan pujian setinggi langit. Itu pula yang saya rasa menjadi hambatan dalam Vol.2 ini. Secara visual, karakter, sinematografi, teknik pengambilan gambar, hingga musik latar, film ini saya amini meningkat jauh dibanding film pembukanya. Namun secara cerita, GoTG Vol.2 seolah berlari di treadmill. Film ini tidak meninggalkan kesan yang sama seperti film pertamanya bagi saya. Ada sesuatu yang kurang dan hilang di Vol 2. Memang cukup banyak cameo mengejutkan dan menyenangkan sepanjang film, serta selipan komedi dari yang "receh" hingga yang cukup "smart". Namun hal tersebut justru semakin membuat saya yakin bahwa James Gunn sedikit kesulitan untuk mengembangkan kisah para Guardians dalam sekuelnya ini, sehingga ia membutuhkan "wow factor" dari sisi komedi dan cameo untuk menjaga stabilitas jalannya film. Tetapi di luar kekurangan tersebut, saya tidak dapat memungkiri bahwa GoTG Vol. 2 memperbaiki banyak hal untuk menyajikan sebuah cerita yang dapat diterima oleh penonton. Sisi moral cerita pun dikemas amat apik dalam balutan adegan mengharukan dan musik latar yang sempurna bisa membuat saya terharu. Namun secara keseluruhan, apabila formula ini tetap dipertahankan untuk film-film stand alone GoTG selanjutnya, saya tidak yakin bahwa mereka akan tetap mampu menjaga standar yang mereka ciptakan sendiri. Seolah karena universe tersendiri untuk franchise GoTG sudah terbentuk, penulis cerita takut untuk mengeksplorasi hal-hal lain, entah karena alasan untuk tetap melindungi ritme atau takut gagal. Padahal, Elbert Hubbard, seorang filsuf dan penulis asal Amerika pernah memberi kutipan, “The greatest mistake you can make in life is to be continually fearing you will make one.” Faktanya, surprise won't came twice. Bagi saya bila franchise ini ingin bertahan, pihak produksi harus bekerja keras dalam pengembangan script. Oh ya, dan satu lagi, kurangi influence dari Michael Bay. Tetapi, meskipun cukup banyak hal mengganjal, tidak dapat dipungkiri GoTG 2 adalah salah satu film yang fun untuk disaksikan. Rating: 7/10 *Catatan: Ada 5 after credit. Worth your wait. - Kutu Klimis
0 Comments
Proyek film yang diadaptasi dari Novel karya David Grann dengan judul asli Killers Of The Flower Moon: The Osage Murders And The Birth Of The FBI ini, mempertimbangkan untuk merekrut nama-nama besar.
Pihak Studio telah menargetkan Martin Scorsese, Leonardo DiCaprio & Robert De Niro untuk mengisi kursi Sutradara dan Pemeran. Skripnya sendiri sudah ditetapkan akan digarap oleh Eric Roth (The Curious Case of Benjamin Button, Forrest Gump, Munich). Killers Of The Flower Moon, menceritakan kisah kriminal nyata tentang persekongkolan, keserakahan, serta pembunuhan beberapa anggota suku Osage Indian di Oklahoma, yang terjadi setelah mereka menemukan minyak di tanah mereka. Kasus tersebut kemudian mencatatkan kebangkitan J. Edgar Hoover, yang memimpin penyelidikan atas pembunuhan tersebut dan mampu melambungkan namanya. Sumber: Deadline - Kutu Butara Sutradara: Tom McGrath
Penulis: Michael McCullers Pengisi Suara: Alec Baldwin, Steve Buscemi, Miles Bakshi, Jimmy Kimmel Genre: Drama, Animasi, Komedi Durasi: 98 Menit Ya, menonton film ini saya langsung teringat film Inception (2010). Apa seluruh cerita ini merupakan imajinasi protagonis? Atau memang realitanya seperti ini? Hanya ini saja yang membuat saya ingin menonton film yang digarap oleh DreamWorks Animation ini. Selebihnya? Ya, mengecewakan. Semenjak The Croods, saya masih belum melihat DreamWorks dapat membuat film sebaik film yang rilis pada 2013 tersebut, sangat disayangkan memang. Film animasi 3D ini memiliki plot yang cukup unik, menceritakan tentang rivalitas kakak beradik yang berusaha mendapatkan perhatian lebih dari orangtuanya. Menariknya ide plot ini cukup kreatif dan unik sehingga saya cukup tertarik. Namun di tengah sampai akhir film tidak berhasil menjalankan idenya dengan baik. Sangat tidaklah heran, banyak film yang mempunyai ide cerita yang unik namun eksekusinya tidak baik sehingga ceritanya pun datar. Hal yang saya paling sayangkan dari film animasi ini adalah kurangnya humor. Tidak banyak adegan yang memancing tawa dan punchline leluconnya pun terkesan dipaksakan sehingga saya hanya fokus pada plotnya. Beberapa adegan mungkin lucu, namun kelucuan itu berkurang karena repetisi sehingga tidak lagi selucu pada pembawaan lelucon adegan pada pertama kalinya. Walaupun begitu, film ini mengajarkan banyak hal tentang kasih sayang sesama saudara dan pentingnya keluarga. Hebatnya film ini juga menghadirkan twist yang menarik sehingga dapat sedikit menyelamatkan film ini. Belum lagi ditambah ending yang begitu menarik dan indah, sehingga saya pun sejenak sempat terharu. Pengisi suara Alec Baldwin sebagai protagonis dan Steve Buscemi sebagai antagonis patut diacungi jempol. Bila Kawan Kutu penat dan bingung ingin menonton film apa, tidak ada salahnya kok menonton film ini. Rating: 6/10 - Kutu Kamar Sutradara: Elliot Lester
Penulis: Javier Gullón Pemeran: Arnold Schwarzenegger, Scoot McNairy, Maggie Grace, Hannah Ware, dan Martin Donovan Genre: Drama, Thriller Durasi: 92 Menit "I'll Be Back!" *Jeng-jeng-jeng-jeng-jeng*, theme song terminator masih melekat di kepala saya. Saya sangat tergila-gila dengan Terminator sampai saya sudah menonton seluruh film dan bahkan serialnya, Terminator: The Sarah Connor Chronicles. Arnold Schwarzenegger pun seolah terlahir untuk berperan sebagai Terminator. Bahkan dia sempat mendapat julukan "The Governator", penggabungan kata governor (Arnold sempat menjabat sebagai gubernur California) dan Terminator. Semenjak film Terminator terakhir, Terminator Genisys (2015), yang menurut saya sangat buruk, Arnold masih belum bisa melepaskan citranya sebagai "No-nonsense-tough-guy". Mungkin Arnold sempat memerankan karakter berbeda seperti dalam film ini. Namun dia malah terlihat datar dan membosankan. Dari poster film ini kita bisa melihat wajah Arnold, dan saya pun langsung menyimpulkan kalo dia adalah nilai jual utama dari Aftermath. Hal ini juga didukung oleh fakta yang terlihat dari pemilihan pemain yang "tidak terlalu dikenal". Jadi saya yakin banyak orang akan menonton film ini dengan alasan, "Nonton ini aja deh, ada si Arnold kayaknya bagus tuh." Menariknya, cerita film ini berdasarkan kisah nyata. Menceritakan tentang pria yang kehilangan keluarganya dalam kecelakaan pesawat akibat kelalaian kru operator penerbangan. Arnold berperan sebagai Roman, protagonis dalam film ini. Hidup Roman pun hancur saat dia mengetahui keluarganya telah tiada. Untuk ukuran film drama, Aftermath berjalan begitu lambat dan pelan seolah untuk mendalami masing-masing karakter. Namun hasil yang didapat begitu hambar, seolah masing-masing karakter tidak mampu bersinar. Bahkan Arnold pun tampaknya tidak bisa menyelamatkan film ini dari kehampaan. Penggambaran untuk pendalaman karakter protagonis pun begitu singkat, seolah kita tidak terlalu mengenal dan bisa bersimpati dengan tragedinya. Keluarga Roman yang digambarkan pun terasa begitu kosong, chemsitry-nya begitu minim. Bila latar belakang protagonis dieksplorasi lebih dalam dengan keluarganya, mungkin film ini akan lebih baik. Klimaks film pun begitu lama dan terlalu diulur-ulur, sehingga saya bosan dan mengantuk. Saking bosannya, saya berharap dalam film ini Arnold tiba-tiba berubah menjadi terminator dan langsung menembak dan terjadi ledakan di mana-mana. Bila Kawan Kutu penggemar Arnold, silakan tonton film ini. Tapi, bila Kawan Kutu hanya ingin sekedar iseng ingin tahu ini film apa, saya sarankan jangan tonton film ini. Mengecewakan. Rating :4/10 - Kutu Kamar Mengenal Lebih Dekat Bastian Tito, Penulis Cerita Silat Terpanjang dan Terlama di Indonesia22/4/2017 Bila Jepang memiliki Karate dan Judo, Korea Selatan dengan Taekwondonya, dan Cina punya Kung Fu, maka Indonesia memiliki satu seni bela diri yang tak kalah mahsyur bernama Pencak Silat. Seni bela diri silat secara luas dikenal di Indonesia, Malaysia, Singapura, Filipina, dan Thailand.
Kini, bela diri asli Indonesia ini telah diangkat ke layar kaca maupun layar lebar, sebut saja acara televisi tahun 90-an yang terkenal semisal Wiro Sableng dan Si Buta Dari Gua Hantu. Film layar lebar bercitarasa internasional seperti The Raid pun mengangkat tema silat, membanggakan bukan? Bicara tentang silat, tak afdol rasanya bila tak membicarakan Bastian Tito. Ayah dari Vino G. Bastian ini merupakan salah satu penulis yang berdedikasi di dunia silat Indonesia. Sebab karyanya yang amat populer yakni Wiro Sableng, memang mengangkat seni bela diri yang kini telah memiliki banyak aliran di Indonesia. Bastian Tito merupakan penulis cerita silat terpanjang dan terlama sepanjang sejarah. Pria yang lahir pada 23 Agustus 1945 ini memulai kisah pendekar silat Wiro Sableng sejak tahun 1967 dan kisah buku yang ditulisnya ini masih berlanjut hingga tamat pada tahun 2006, saat sang penulis wafat. Wiro Sableng bisa dibilang sebagai buku silat tersukses, buku ini telah diangkat ke layar lebar pada tahun 1988-1989 dan disinetronkan dari tahun 1994 hingga 2002. Sebanyak 185 judul buku telah diterbitkan selama 39 tahun penulisan. Tak sedikit pula yang berhasil memecahkan rekor terjual hampir satu juta kopi, salah satunya adalah Guci Setan yang terjual 924.078 eksemplar pada tahun 1994. Wiro Sableng disukai penggemar karena karakter tokoh utama yang unik, nyeleneh, dan seiring waktu bertumbuh menjadi karakter yang bijaksana. Belum lagi karakter lain seperti sang guru Sinto Gendeng atau love interest Wiro Sableng, yakni Bidadari Angin Timur. Terciptanya karakter unik ini tak luput dari observasi dan riset yang dilakukan oleh Bastian Tito sebelum menulis judul baru Wiro Sableng. Tokoh Wiro Sableng sendiri merupakan seorang pendekar silat yang memiliki tato angka 212 dengan senjata andalan Kapak Naga Geni. Wiro digembleng oleh seorang guru silat bernama Sinto Gendeng. Usai menimba ilmu silat dari Sinto Gendeng, Wiro menggunakannya untuk membela kebajikan dan memusnahkan kebathilan. Serial Wiro Sableng yang ditayangkan pada tahun 90-an menjadi salah satu serial populer dan digemari pemirsa. Berbekal popularitas buku serta serial TV, Wiro Sableng akan diangkat kembali ke layar lebar melalui kerjasama rumah produksi LifeLike Pictures (Pintu Terlarang, Tabula Rasa) dengan Fox International Productions, melalui arahan Angga Dwimas Sasongko. Karakter Wiro akan diperankan oleh anak sang penulis yang tidak lain adalah Vino G. Bastian. Semoga, film Wiro Sableng nanti mampu sukses dan dikenal dunia. Dan kita semua tak serta merta lupa, bahwa Indonesia pernah memiliki penulis cerita silat yang luar biasa bernama, Bastian Tito. Sumber: kapanlagi, rappler - Kutu Butara |
SEARCH
GET NOTIFIED
Archives
August 2017
|