Sutradara: Owen Harris Penulis: John Niven Pemeran: Nicholas Hoult, James Corden, Georgia King, Craig Roberts Genre: Comedy, Crime, Thriller Durasi: 103 menit Walaupun pada dasarnya musik adalah sebuah seni, setiap orang memaknainya dengan cara berbeda-beda. Ada yang menganggap musik sebagai sesuatu yang bernilai, bagaimana musik dapat menjadi sebuah sarana untuk menyiratkan pesan yang ingin disampaikan oleh si pencipta kepada pendengarnya. Ada juga yang menjadikan musik sebagai hiburan semata, sejauh ia dapat menikmati hasil karya komposer kesukaannya, ia merasa bahagia. Lalu, ada segelintir orang yang menjadikan musik sebagai alat untuk mengejar tujuan pribadinya. Film Kill Your Friends, memperkenalkan sosok Steven Stelfox (Nicholas Hoult), yang merupakan bagian dari segelintir orang tersebut. Stelfox berkecimpung di industri musik dengan bekerja sebagai manajer A&R bagi salah satu perusahaan label rekaman di Inggris, UNIGRAM. A Tough Job Terlibat di industri musik, terlebih lagi bekerja di dalamnya, tak semudah atau semenarik yang dikira. Orang A&R bertanggung jawab terhadap hadirnya lagu-lagu mendadak terkenal di publik, serta munculnya bintang baru yang tiba-tiba menarik perhatian media. Oleh karena itu, mereka haruslah visioner, (dituntut) memiliki selera musik yang bagus, punya kemampuan untuk melihat kapasitas dari sebuah musik; apakah memiliki selera pasar, atau sulit diterima oleh publik. Hal ini diamini oleh Stelfox. Ia menarasikan tantangan-tantangan yang selalu dihadapi seorang “Artist and Repertoire” secara detail dan interaktif, tanpa membuat penonton merasa digurui–akan selalu ingat betapa seksinya logat British seorang Hoult! Namun, bukannya mencari musisi bertalenta yang sanggup menciptakan lagu-lagu berkualitas, Stelfox hanya peduli bagaimana alunan nada yang disusun sedemikian rupa tersebut dapat menghasilkan keuntungan sebesar-besarnya bagi perusahaan label rekaman tempatnya bekerja. Unsur artistik sebuah musik? Bodo amat deh! Lain halnya dengan Parker-Hall, seorang Kepala A&R ternama yang musikalitasnya tinggi, memiliki kharisma, dan selalu bisa menarik perhatian musisi untuk menandatangani kontrak dengan label yang mempekerjakannya. Stelfox mengakui bahwa dirinya kalah jauh dibanding Parker-Hall. Tetapi ia tidak peduli, ia ingin menaklukannya. Ironisnya, pandangan Stelfox ini mempengaruhi kemampuannya dalam “melihat” musik. Ia terlanjur benci ketika harus menyeleksi demo-demo band, dan tidak mengindahkan rekomendasi dari rekan kerjanya. Berbeda dengan Darren, anak didik/bawahannya, yang memiliki prinsip bahwa merekrut musisi bertalenta itu bagian dari makna hidupnya. Tentu saja prinsip lugu ini dicibir oleh Stelfox, seolah Darren baru saja terlibat di dalam industri. A Tough Industry
Film Kill Your Friends menceritakan bagaimana industri musik merupakan dunia penuh persaingan, rekan-rekan bisa menusuk dari belakang kapanpun ketika mereka perlu melakukannya, dan hukum rimba pun juga berlaku. Tidak sanggup bersaing atau bertahan? Bersiaplah tersingkir. Nampaknya sudah menjadi rahasia umum, bahwa industri musik juga merupakan sebuah bisnis, dan akan ada pihak yang rela “mengotori tangan” mereka untuk menggapai sukses. Stelfox berambisi tinggi dan temperamental. Ia akan melakukan segala cara demi mendapatkan apa yang diinginkan, dan bisa menyingkirkan semua yang menghalangi proses untuk mencapai ambisinya. Termasuk menghabisi musuhnya rekannya, dalam arti yang sebenarnya. A Tough Record Performa memukau oleh aktor Nicholas Hoult, layaknya binatang buas yang berusaha memperluas teritori kekuasaannya. Sebagai sebuah film satir mengusung tema industri musik, Kill Your Friends, sedang mencoba membuat hit record menggunakan sudut pandang Steven Stelfox. Baginya, band adalah seburuk-buruknya musisi, dan musik electronic dance merupakan jawaban atas apa yang akan menjadi tren di Inggris. Stelfox menjadi kunci utama dalam menggiring alur cerita. Ia adalah orang serba tahu, dan hal ini tidak jarang menghantarkannya menuju masalah. Meskipun karakternya berkembang sesuai ekspektasi, tetapi sangat disayangkan, Stelfox (baca: sutradara) tidak sanggup mengendalikan cerita agar tetap fokus. Alurnya terpecah-pecah. Di satu waktu, penonton akan dibawa ke realita industri, lalu beberapa saat kemudian berganti ke perkembangan permasalahan yang dibuat oleh para tokohnya. Selain itu, tidak ada “bibit unggul” dari aktor-aktor lain. Peran mereka selain kurang mendapatkan screen-time yang layak, aktingnya juga tidak cukup kuat membentuk karakter tokoh yang mereka perankan. Dengan kata lain, Owen Harris menjadikan Hoult anak kesayangannya. Film Kill Your Friends juga hanya sebatas mencemooh, tanpa memperlihatkan “sisi terang” industri tersebut. Sebagai film suspense dengan adegan kekerasan, film hanya sanggup memberi perasaan tegang yang terkesan setengah-setengah. Setidaknya, percakapan pada film ini menarik, banyak perkataan Stelfox yang cukup quotable. Kehadiran Junkie XL sebagai komposer merupakan pilihan yang tepat. Hasilnya? Musik yang dibuat dan dipilih olehnya sanggup membentuk atmosfir dalam suatu adegan. Kepiluan seorang Stelfox terasa bermakna melalui lantunan “Karma Police” oleh Radiohead, ketika ia berada di titik terendah dalam karirnya. Kill Your Friends, a film which taking one man’s perspective about music industry that is so bad in thrilling you even murder scene wasn’t enough. Rating: 4.5/10 - Amelia, Yogyakarta (Penulis adalah pemilik blog Marry the Fiction) Silakan cek Tulisan Pembaca untuk melihat tulisan lainnya dari Kawan Kutu
0 Comments
Sutradara: Fernando Coimbra Penulis: Chris Roessner Pemeran: Nicholas Hoult, Logan Marshall-Green, Tommy Flanagan, Glen Powell, dan Henry Cavill Genre: Drama, War Durasi: 113 Menit Terkadang memang sulit untuk melihat sisi lain dari suatu hal. Karena kita seringkali enggan untuk repot-repot mencari hal yang tak terlihat. Atau sisi lain tersebut tertutupi oleh hal yang jauh lebih besar, dan tentu tak semua orang bisa setuju atau menerima. Dalam film Sand Castle, sebenarnya banyak hal menarik yang ditawarkan. Pertama adalah fakta bahwa cerita film ini dibuat berdasarkan pengalaman sang penulis skrip, Chris Roessner. Chris memang pernah ditugaskan di Irak, lebih teparnya di area yang dikenal dengan Sunni Triangle pada Juli 2001. Chris akhirnya pulang dengan jurnal dan foto-foto yang berisi pengalamannya ketika berada di Irak. Lalu ia memutuskan untuk mengembangkan cerita berdasarkan pengalamannya. Namun ia telah menegaskan bahwa ini bukanlah biografi. Dia hanya ingin menuangkan emosi dan memori terkait pengalamannya sebagai prajurit perang. Ya, dan cerita Sand Castle memang fiktif. Sand Castle bercerita tentang Matt Ocre (Nicholas Hoult), prajurit muda yang bersama timnya dipindahkan ke Baqubah. Di sana mereka diberi tugas untuk membantu memperbaiki pompa air yang rusak akibat perang. Menariknya dari Sand Castle adalah kisah yang ditawarkannya sedikit berbeda jika dibandingkan film-film perang kebanyakan. Protagonis utamanya bukanlah seperti dongeng yang mengisahkan seorang amatir yang tiba-tiba jadi pahlawan dan menjadi pembeda yang krusial, bukan seperti itu. Ya Matt Ocre adalah orang seperti pada umumnya, dia hanyalah bagian kecil dari sesuatu yang bahkan belum usai ketika dia dipulangkan. Selain itu, Sand Castle juga bukanlah tipe film perang yang mengandalkan baku tembak atau aksi-aksi lainnya. Film ini seolah ingin benar-benar menggambarkan bagaimana suasana perang dari kacamata prajurit. Ya, meski terkesan keras dan kejam, toh nyatanya mereka juga manusia. Yang mereka inginkan hanyalah menyelesaikan masa bakti dan pulang untuk bertemu keluarga dan kekasihnya. Ada banyak adegan yang menurut saya dilakukan dengan hati-hati. Karena di film ini terlihat sekali bahwa Chris memang membuat skrip yang unik. Dia tidak mencoba menyusun cerita yang pada akhirnya membelah opini mana yang benar dan salah. Namun dia membuat cerita yang menempatkan para karakternya berada di area abu-abu. Selain Matt, Chris juga mencoba mengembangkan para karakter pendukung, dan hal itu memang terlihat hasilnya. Seperti Harper (Logan Marshal-Green) si pragmatis, yang terlihat di beberapa adegan bahwa dia adalah tipe orang yang bisa mengesampingkan emosi untuk fokus ke misi dan hal yang akan datang. Lalu ada Chutsky (Glen Powell) yang tak kenal rasa takut namun cenderung sembrono. Juga ada Syverson (Henry Cavill) yang tegas dengan aturan militer. Itu semua adalah sisi lain yang bisa saya dapatkan dari film Sand Castle. Lalu apa sisi utama yang begitu terlihat dari film ini? Satu hal yang sangat jelas terlihat dari Sand Castle, membosankan. Ya, saya rasa bagi Kawan Kutu yang sudah menontonnya akan sadar dari 20 menit awal bahwa film ini terlalu membosankan. Menurut saya, ini adalah hal yang fatal.
Salah satu alasannya adalah Matt Ocre, sang pusat cerita malah menjadi protagonis yang terlalu membosankan dan tidak menarik. Entah itu dari dialog atau ekspresi yang dia buat, kita bisa melihat Ocre sendiri kebingungan dengan jati dirinya. Ya kita tak bisa melihat atau bahkan menebak bahwa Ocre itu sebenarnya orang yang seperti apa. Dugaan saya, hal itu mungkin ada pada sutradara Coimbra yang gagal mengeluarkan kemampuan terbaik Hoult. Selain itu Sand Castle adalah tipe film yang temponya lambat. Ya karena tak ada adegan baku tembak dan aksi lain yang intens seperti pada umumnya. Nah, biasanya tipe film seperti ini akan mengandalkan dialog yang padat. Namun kenyataannya, dialog yang ditampilkan ya biasa-biasa saja. Oleh karena itu konflik yang timbul pun seolah tidak mencuat ke permukaan. Hal itu jugalah yang membuat Sand Castle tak berbeda dengan film-film sejenisnya. Karena sebenarnya memang tak sedikit film-film seperti ini. Formula yang familiar dengan balutan yang kurang istimewa membuat film ini tak ada pembeda yang signifikan. Secara keseluruhan, film ini memang menarik dari ide cerita. Namun sayang ide-ide itu harus tertutup oleh suatu tembok yang begitu besar dan sulit ditaklukan, yang bernama membosankan. Rating: 5/10 -Kutu Kasur Hoult dikabarkan segera bergabung dengan jajaran pemain film The Favourite. Film ini akan mengambil latar pada akhir abad 17 dan awal 18, lebih tepatnya di Inggris ketika era kekuasaan Ratu Anne. Nicholas Hoult sendiri akan memerankan karakter Robert Harley, salah satu politikus berpengaruh kala itu.
Selain Holt, nama-nama seperti Emma Stone, Olivia Colman, dan Rachel Weisz telah lebih dulu dipastikan akan membintangi film drama ini. The Favourite sendiri akan disutradarai oleh Yorgos Lanthimos, sineas yang sukses dengan film The Lobster. Yorgos akan dibantu oleh Deborah Davis dan Tony McNamara di tim penulis. Saat ini The Favourite telah memasuki tahap produksi, yang dimulai pada Februari lalu. Meski belum ada tanggal resminya, film ini diperkirakan tayang pada tahun 2018 mendatang. Sumber: Deadline Foto: Metro UK - Kutu Kasur Henry Cavill dan Nicholas Hoult akan berperan sebagai anggota dari grup kecil tentara Amerika, yang ditugaskan ke sebuah desa di Irak untuk membantu perbaikan setelah serangan bom, dan mencoba untuk melindungi desa dari para penyerang. Skrip film ini ditulis oleh seorang veteran perang irak, Chris Roessner. Film ini akan mengeksplorasi sudut pandang penduduk desa dan juga tentunya dari sisi para tentara. Selain itu, Sand Castle menjanjikan suasana serealistis mungkin dan mengerikan dari kondisi perang yang sebenarnya terjadi. Sand Castle akan disutradarai oleh Fernando Coimbra (Narcos, A Wolf at the Door), dan direncanakan rilis pada Spring 2017 via Netflix. Sumber: Screen Rant - Kutu Butara |
SEARCH
GET NOTIFIED
Archives
August 2017
|