[Review] Brief Encounter (1945)

Saya adalah salah satu orang yang percaya dengan kalimat, “Setiap pertemuan pasti ada alasan dibaliknya”. Memang tak ada yang tahu pasti apa alasan dibalik sebuah pertemuan. Apakah itu menjadi sesuatu yang baik atau sebaliknya, atau bukan keduanya.
 
Pertemuan seringkali datang secara tak disengaja, ya bahkan tidak pernah disengaja. Seperti contohnya sahabat atau kekasih, bukankah dulu kita hanya orang asing, yang kebetulan berada dalam situasi yang sama, kan? Toh, siapa juga yang menduga ternyata mereka bisa memberi pengaruh dalam hidup kita.
 
Ya jika dipikir-pikir kembali, sebuah pertemuan singkat pun bisa memberi pengaruh yang besar dalam hidup seseorang. Hal ini yang juga ditekankan dalam film karya sutradara David Lean, Brief Encounter.
 
Brief Encounter mengisahkan pengalaman seorang Laura Jesson (Celia Johnson), seorang wanita kelas menengah yang cukup terpandang, tentang pertemuannya dengan Alec Harvey (Trevor Howard), pria yang bekerja sebagai dokter di sebuah rumah sakit. Mereka dipertemukan secara tak sengaja di stasiun Milford.
 
Pertemuan diawali oleh Alec yang membantu Laura untuk membersihkan matanya yang terkena debu saat berdiri di peron. Namun mereka baru benar-benar berkenalan di pertemuan berikutnya, di sebuah restoran, dan lagi-lagi secara tak disengaja.

Semenjak itu mereka berdua mulai rutin bertemu tiap minggunya. Namun tak hanya sekadar bertatap muka di stasiun saja, Laura dan Alec juga berpergian untuk menonton film dan menyaksikan sebuah konser musik.
 
Hingga akhirnya, Laura menyadari bahwa dirinya jatuh cinta pada pria yang baru saja dikenalnya itu. Hal yang sama pun juga terjadi pada Alec. Meski mereka sedang dilanda perasaan jatuh cinta, namun Laura berusaha keras dan menolak untuk melanjutkan hubungannya lebih jauh. Ia takut. Takut akan mengkhianati suaminya, Fred Jesson (Cyril Raymond), dan di sisi lain Alec juga sudah berkeluarga.
 
Inilah salah satu hal yang membuat cerita Brief Encounter menarik, keengganan Laura untuk berselingkuh lebih jauh. Ya sepanjang film, Laura dan Alec tidak sampai kepada tahap “make love”, meski mereka sudah berciuman dan menunjukkan rasa cintanya masing-masing.
 
Ketakutan Laura untuk berselingkuh bukan karena Fred akan marah jika ia mengetahuinya. Fred pun sebenarnya mengetahui tentang Alec. Karena Laura pernah bercerita tentangnya, bahkan dia berkata pada Fred ingin mengundang Alec makan malam bersama keluarganya. Fred pun biasa saja, karena dia tak merasa ada yang salah mengundang kerabat untuk makan malam.
 
Laura menyadari bahwa apa yang dia lakukan bersama Alec adalah sesuatu yang salah, hal yang sepatutnya tak dilakukan oleh dua insan yang telah berkeluarga. Apalagi hubungannya dengan Alec telah mempengaruhi Laura sehingga dia berani berbohong pada suaminya. Ia mengalami konflik batin, antara cintanya pada Alec atau menjaga keharmonisan keluarganya dengan Fred.
 
Hal ini saya kira mewakili moralitas para kelas menengah di Inggris sana. Ya, ketika kelas pekerja bisa bertindak vulgar dan liar atau para kalangan atas bebas melakukan hal-hal yang bodoh, orang-orang kelas menengah setidaknya sadar untuk tetap menjaga moralitas. Inilah salah satu hal yang memang dijaga betul oleh produser Noel Coward.
 
Kesederhanaan dalam cerita Brief Encounter menjadi keunggulan yang patut diperhatikan. Selain memang kegemaran saya dengan cerita yang dekat dengan sehari-hari, film ini memang menggiring saya untuk setidaknya mengetahui perilaku keseharian para kelas menengah Inggris di era 30-an. Mulai dari kebiasaan minum teh, cara berpakaian, hingga situasi yang terjadi di stasiun kereta.

Jika dirangkum, cerita ini cukup sederhana. Seorang wanita yang bertemu dengan pria asing lalu saling jatuh cinta, namun ternyata cinta mereka tak bisa bersatu. Hanya saja, kisah yang sederhana seperti itu dibangun dengan detil-detil kecil yang ringan sehingga mudah untuk dinikmati.
 
Film ini secara perlahan menceritakan bagaimana Laura menjalani hari-harinya sejak bertemu Alec hingga akhirnya mereka harus berpisah karena pria tersebut harus pergi ke Johannesburg untuk membantu saudaranya. Lean dengan cermat memberi adegan yang mendukung seperti ketika Laura menelpon temannya untuk membantu menutupi kebohongannya, hingga hubungan petugas stasiun dan penjaga kafe tempat peristirahatan di stasiun.
 
Hal ini memang menjadi bagian rencana David Lean dalam membangun cerita. Karena pandangan Laura menjadi titik berat di film ini. Brief Encounter diawali oleh adegan di saat Laura dan Alec harus berpisah, namun momen tersebut diganggu oleh kehadiran Dolly Meister (Everley Gregg), kenalan Laura yang cerewet. Ini menambah kesedihan Laura hingga ia tiba di rumah dan melamun jauh ke belakang.

Lamunan Laura itulah yang menjadi cerita pokok dari film ini. Dia mulai bercerita bagaimana pertemuannya dengan Alec hingga momen di stasiun bertemu dengan Dolly. Kekuatan utama dari sudut pandang Laura adalah dia menjadi narator di sepanjang film. Maka dari itulah mengapa meski memiliki dua karakter yang penting, Laura dan Alec, tetapi Brief Encounter bergerak dari satu adegan ke adegan yang lain dengan Laura sebagai pusatnya.
 
Pengisahan yang rapi dengan materi yang dekat dengan realita sehari-hari memang menjadi keunggulan dalam Brief Encounter. Namun tiang utama dari film ini bukanlah realisme, melainkan romantisme. Atau lebih tepat jika saya menyebutnya romansa yang gelap.
 
Fotografi hitam-putih berhasil membentuk atmosfir yang gelap, terutama sebagian besar setting film ini berada di stasiun kereta. Ini juga menghasilkan suasana berbeda yang timbul dari sebuah stasiun. Selain itu, jangan lupakan bahwa narasi keseluruhan Laura adalah tentang bagaimana dia sedang berada dalam kondisi stres dan tertekan karena perpisahannya dengan Alec.
 
Semua itu ditutup dengan adegan yang membuat saya tertegun selama beberapa menit. Ya, di menit-menit akhir adegan yang dihasilkan sangat kuat. Karena keseluruhan cerita benar-benar disimpulkan hingga saya benar-benar paham apa yang sebenarnya terjadi dalam Brief Encounter.
 
Secara keseluruhan, Brief Encounter berhasil membawa saya menyelami dan memahami apa yang dialami oleh Laura. Pengembangan romantisme dengan penekanan pada hal-hal sederhana diterapkan secara brilian oleh David Lean dan para penulis. Kredit juga patut disematkan pada Celia Johnson yang berperan sebagai Laura. Penampilannya di film ini juga mendapat nominasi Oscar.
 
Melalui film ini juga saya belajar lebih jauh tentang bagaimana sebuah pertemuan bisa memberi pengaruh yang signifikan. Ya seperti halnya kehadiran Alec, siapapun yang kita temui dan kenal bisa memengaruhi perilaku kita, bahkan lebih parahnya, melupakan orang yang selalu ada untuk kita.
 
Rating: A

- Kutu Kasur