Siapa yang tak tahu Pixar? Saat ini nama Pixar telah menjadi salah satu studio animasi yang paling sukses dalam memproduksi film. Nah, salah satu orang dibalik kesuksesan studio yang berbasis di Emeryville, California ini adalah John Lasseter.
John adalah animator sekaligus chief creative officer di Pixar dan juga Walt Disney Animation Studios. Karirnya memang diawali sebagai animator di The Walt Disney Company. Namun ia dipecat dan bergabung dengan Lucasfilm. Karirnya berubah ketika divisi grafis dan komputer Lucasfilm dibeli oleh Steve Jobs dan menjadi Pixar. Ia turut berperan di dalam semua film Pixar sebagai produser eksekutif. Tak hanya itu, pria kelahiran 1957 itu juga pernah bertindak sebagai sutradara. Salah satu karya terbesarnya adalah Toy Story, A Bug's Life, dan Cars. Bahkan melalui Toy Story, ia mendapatkan Oscar di Special Achievement Awards. Mungkin namanya terdengar asing untuk sebagian orang. Namun tanpa sadar karya-karyanya telah mengiringi kita selama 30 tahun lebih dan juga memberi pengaruh besar di dunia perfilman. Sumber foto: animationexpress.com - Kutu Kasur
0 Comments
Namanya mungkin belum dikenal banyak orang, namun sebenarnya dia adalah salah satu tokoh paling berpengaruh dalam sejarah Indonesia. Disebut sebagai bapak perfilman, Usmar Ismail merupakan pelopor industri perfilman Indonesia.
Lahir 20 Maret 1921, Usmar lahir dari pasangan Datuk Tumenggung Ismail dan Siti Fatimah. Dibesarkan dalam keluarga yang taat ibadah, Usmar tumbuh menjadi pribadi yang religius sejak dini. Sejak masih muda, Usmar telah menunjukkan potensinya di bidang seni. Dimulai dari menulis sajak dan cerpen hingga pada akhirnya berlanjut ke penulisan naskah dan skenario fim. Selain itu, dia juga menunjukkan bakatnya dalam menulis lirik untuk beberapa lagu. Salah satunya adalah lagu yang digubah oleh musisi ternama Cornel Simandjuntak. Kini lagu itu dikenal sebagai hymne FFI. Usmar juga sempat meniti karir di ranah teater sandiwara. Bahkan pada tahun 1943, Usmar mendirikan kelompok sandiwara yang bernama "Maya". Hal ini dipandang sebagai tonggak baru bagi munculnya teater modern di Indonesia. Setelah Indonesia merdeka, pria kelahiran Bukittinggi ini beralih ke bidang jurnalis. Dia mendirikan surat kabar "Rakyat" bersama dua rekannya, yakni Syamsuddin Sutan Makmur dan Rinto Alwi. Saat menjadi wartawan, dia sempat dijebloskan ke penjara karena tuduhan subversi. Beruntung, hukuman itu hanya berlangsung selama satu tahun. Seusai keluar dari penjara, Usmar mulai fokus merintis karir di dunia perfilman. Pada tahun 1950, bersama rekan-rekan seniman lain, didirikanlah Perfini (Persatuan Film Nasional Indonesia). Hari bersejarah pun tiba pada tanggal 30 Maret 1950. Usmar memproduksi film pertama Indonesia yang berjudul "Darah dan Doa". Film ini tercatat sebagai film pertama yang dibuat dan digarap seluruhnya oleh orang Indonesia. "Darah dan Doa" bercerita tentang pejuang Indonesia yang jatuh cinta kepada seorang gadis Jerman. Usmar pun kembali menghasilkan beberapa film yang sukses secara komersil seperti Enam Djam di Yogya (1951), Dosa Tak Berampuni (1951), Tiga Dara (1956), [Delapan Penjuru Angin (1957), dan Asmara Dara (1958). Pada tahun 1952, dia mendapat beasiswa dari Rockfeller Foundation Universitas California, Los Angeles, Amerika Serikat. Setahun berselang, Usmar pulang ke Indonesia dengan gelar Bachelor of Arts. Tak hanya sekadar memproduksi film, tapi juga seorang Usmar Ismail pun sadar bahwa perlu adanya regenerasi di dunia film nasional. Untuk itu, dia mendirikan Akademi Teater Nasional Indonesia (ATNI) pada tahun 1955. ATNI berhasil menghasilkan banyak sineas ternama seperti Teguh Karya, Tatiek Malijati, W.Sihombing, Pietradjaja Burnama, dan Galeb Husin. Ia juga mendirikan Persatuan Produser Film Indonesia (PPFI) bersama Djamaluddin Malik. Usmar Ismail nyatanya tak hanya berjaya di dalam negeri saja. Pada 1961, filmnya yang berjudul Pedjuang berhasil tayang di Festival Film Internasional Moskva. 'Pedjuang' adalah film Indonesia pertama yang tayang di festival film internasional. Film ini bercerita tentang Indonesia yang berjuang meraih kemerdekaan dari Belanda. Pada 1 Januari 1971, tiba-tiba Usmar tak sadarkan diri karena terserang stroke. Hingga keesokan harinya, 2 Januari 1971, Usmar mengehembuskan nafas terakhirnya. Dia dimakamkan di TPU Karet Bivak, Jakarta Pusat. Untuk mengenang jasanya, setiap tanggal 30 Maret ditetapkan sebagai Hari Film Nasional. Tanggal yang sama dengan film "Darah dan Doa" pertama kali ditayangkan Terima kasih bapak Usmar Ismail atas dedikasi dan kontribusinya di dunia perfilman tanah air. -Kutu Kamar & Kutu Kasur “Tell me, do you spend time with your family?” “Sure I do”. “Good. Because a man who doesn’t spend time with his famliy can never be a real man”. Percakapan di atas terjadi antara Vito Corleone dengan Johnny Fontaine di film The Godfather. Kalimat terakhir dari kutipan di atas adalah salah satu yang paling terkenal dan diingat oleh banyak orang selain “I’m gonna make him an offer he can’t refuse”. Sejak pertama kali menonton film tentang lika-liku kehidupan mafia Corleone, kutipan di atas masih membekas hingga kini. Tak hanya itu, ketika mendengar, membaca, atau teringat kata-kata tersebut selalu ada bayangan seorang Marlon Brando di kepala. The Godfather yang disutradarai oleh Francis Ford Coppola ini memang dikenal luas di seluruh dunia. Bahkan seperti ada aturan tak tertulis kalau film ini adalah “film wajib tonton” hingga kini. Dari sinilah nama Marlon Brando mulai mendunia. Penampilannya di film ini begitu khas sehingga ketika melihat gambar atau foto wajah Brando, nama Vito Corleone langsung teringat. Sejak melakukan debut di layar lebar melalui film The Men (1950), Brando adalah salah satu aktor yang telah diakui oleh banyak pihak sebagai orang yang paling berpengaruh di dunia perfilman. Dia masuk ke dalam daftar American screen legend versi American Film Institut yang dirilis pada 1999, menempati peringkat ke-4 di bawah Humphrey Bogart, Cary Grant, dan James Stewart. Bahkan Brando juga menjadi bagian dalam Time 100: The Most Important People of the Century oleh majalah TIME. Variety pun memasukan namanya ke dalam Icons of the Century. Sepanjang karirnya, pria yang lahir 3 April 1924 ini sudah membintangi lebih dari 40 judul film. Debutnya di dunia film hadir pada 1950 dengan film drama, The Men. Namanya mulai dikenal saat dia berperan sebagai Stanley Kowalski di film keduanya, A Streetcar Named Desire tahun 1951. Ia masuk ke dalam nominasi Oscar kategori aktor terbaik tapi kalah dari Humphrey Bogart dengan African Queen-nya. Sejak itulah Marlon Brando mulai meramaikan era keemasan Hollywood. Kemampuan akting seorang Marlon Brando semakin diakui di tahun-tahun berikutnya. Tercatat dia masuk ke dalam nominasi Academy Awards secara beruntun hingga 1955. Dari tiga kesempatan lainnya, dia berhasil memenangkan Oscar pertamanya melalui film On the Waterfront, film keluaran 1954. Dua kesempatan lainnya melalui Viva Zapata! dan Julius Caesar, Brando hanya masuk ke nominasi kategori aktor terbaik. Dia juga kembali masuk nominasi tahun 1958 lewat film Sayonara. Sayangnya, setelah melewati enam film pertamanya, Marlon seperti kesulitan mempertahankan performa di film-film berikutnya. Meski tetap menjadi salah satu aktor yang dinanti, Brando seolah berada dalam bayang-bayang kesuksesannya. Kritik pun berdatangan, sebagian besar melihat bahwa pria kelahiran Omaha ini melakukan pekerjaannya dengan setengah hati. Maka dari itu, gaungnya sempat hilang di beberapa ajang penghargaan besar. Sekitar tahun 1963 hingga 1971, Brando menyetujui kontrak dengan Universal Studios untuk berperan di lima judul film. Namun, di era inilah karir seni peran seorang Marlon Brando terjun bebas. Dari semua film yang dibintanginya saat itu, The Ugly American, Bedtime Story, The Apaloosa, A Countess from Hong Kong, dan The Night Following Day mendapat kritik tajam dan gagal secara finansial. Titik balik karir Marlon Brando hadir pada tahun 1972, yaitu saat dirinya berperan sebagai Vito Corleone di The Godfather. Saat itu, Francis Coppola dan kepala produksi Paramount Pictures, Robert Evans sempat mempertimbangkan nama Laurence Olivier untuk berada di filmnya. Namun akhirnya semua, termasuk Mario Puzo yang bertindak sebagai penulis setuju untuk memberi peran pada Marlon Brando. Akhirnya, Brando bisa membawa film The Godfather melambung tinggi jauh dari perkiraan banyak orang. The Godfather sukses memikat hati para insan film di Amerika, terbukti dari raihan 11 nominasi Academy Awards. Brando pun kembali hadir menghiasi Oscar dengan memenangkan aktor terbaik. Bahkan, seperti yang telah disebutkan di awal tulisan, film ini menjadi penanda sukses seorang Marlon Brando. Karirnya memang nak turun setelah tampil di The Godfather. Setahun setelah menjadi Don Corleone, Marlon kembali masuk nominasi Oscar aktor terbaik lewat Ultimo Tango a Parigi (Last Tango in Paris). Butuh waktu lama hingga ia kembali masuk nominasi Academy Awards. Tahun 1990, namanya kembali dengan film A Dry White Season, film drama-thriller karya sutradara Euzhan Palacy. Kemampuan akting seorang Marlon Brando memang telah terlihat sejak ia masih anak-anak. Beberapa orang terdekatnya mengatakan bahwa dia memiliki kemampuan untuk menirukan sesuatu atau seseorang, atau sering disebut mimic. Dia bisa menirukan perangai anak-anak lain dan menampilkannya secara dramatis. Brando juga dikenal memiliki pandangan berbeda dan sisi realisme yang tinggi dalam berperan.
Ada cerita unik ketika dia mempelajari seni peran di American Theater Wing Professional School. Stella Adler, mentor Brando saat itu, meminta anak asuhnya untuk berakting seperti ayam, dia menambahkan situasi dengan memberi tahu bahwa akan ada bom nuklir yang akan jatuh. Alhasil, seluruh murid berkokok dan lari kocar-kacir. Namun hanya Brando yang duduk tenang dan berpura-pura sedang mengerami telur. Adler bertanya mengapa dia bereaksi seperti itu, dan Brando menjawab, “I’m a chicken. What do I know about bombs?” Brando juga dikenal sebagai orang yang berperan dalam memberi contoh tentang Stanislavski system of acting. Sistem Stanislavski adalah sebuah pengembangan teknik untuk melatih aktor dan aktris. Tujuannya adalah untuk membentuk karakter yang benar-benar meyakinkan. Sistem ini berfokus pada melatih seseorang dalam mengontrol suatu kinerja yang tak terlihat dan aspek tingkah laku manusia yang sulit dikendalikan, contohnya adalah emosi dan kepekaan pada seni. Karir akting Marlon Brando berakhir dengan The Score, film pertama dan terakhir dirinya berada dalam satu layar dengan Robert De Niro. Di akhir masa hidupnya, Brando mengalami kesulitan dalam mengendalikan berat badan hingga mengalami obesitas. Selain itu dia juga didiagnosis mengidap dua tipe diabetes dan pneumonia. 1 Juli 2004, Marlon Brando menghembuskan nafas terakhirnya di UCLA Medical Center. Dia mengalami kegagalan sistem pernapasan. Brando tidak dimakamkan melainkan dikremasi. Abunya disimpan oleh dua orang sahabat kecilnya, Wally Cox dan Sam Gilman. Marlon Brando. Salah satu aktor terhebat yang pernah ada di dunia. Hingga kini, semua perjuangan, inovasi, dan karyanya tetap menjadi contoh dan panutan di ranah film dan seni peran. Bagaimana Kawan Kutu, do you spend time with your family? - Kutu Kasur Nama Bujalski memang masih asing di telinga kita. Dia memang tak bisa disamakan dengan Steven Spielberg, Stanley Kubrick, atau Quentin Tarantino. Walau begitu, dia adalah salah satu orang yang berperan memberi warna baru di ranah perfilman dunia. Andrew Bujalski lahir di Boston, Massachusetts, pada 29 April 1977. Dia dibesarkan di sebuah keluarga yang memiliki latar belakang pengusaha. Kedua orang tuanya, Edmund Bujalski dan Sheila Dubman merupakan orang yang berkecimpung di bidang bisnis. Meski begitu, darah seni Sheila yang merupakan mantan seniman turun kepada Andrew. Pria berusia 38 tahun ini menimba ilmunya lewat jurusan Visual and Environmental Studies di Harvard. Di sana, dia bertemu dengan Chantal Akerman, seorang pembuat film asal Belgia yang bertindak sebagai “dosen pembimbing” Bujalski. Akerman sendiri terkenal dengan pengaruhnya sebagai orang yang feminis, termasuk pada karya-karya filmnya. Membicarakan seorang Andrew Bujalski tentu tak bisa lepas dari yang namanya mumblecore. Mumblecore adalah sebuah subgenre dari film independen atau film indie. Jenis film seperti ini memiliki karakteristik dengan biaya produksi yang minim, penggunaan aktor-aktor amatir, dan fokus pada dialog yang natural. Hubungan Andrew Bujalski dan mumblecore tak hanya sekadar film-filmnya yang termasuk dalam subgenre tersebut. Melainkan dia disepakati sebagai “Bapak Mumblecore” melalui film pertamanya, Funny Ha Ha, pada tahun 2002 lalu. Istilah mumblecore baru dikenal pada tahun 2005 oleh Eric Misunaga, sound editor yang sering bekerja sama dengan Bujalski. Meski dia mengatakan tak pernah berniat dengan sengaja membuat genre mumblecore, tapi setelah Funny Ha Ha, mulai banyak sutradara lain yang bereksperimen untuk membuat film yang serupa. Hal yang membuat adanya mumblecore terlihat dari dua film awal Andrew Bujalski, Funny Ha Ha dan Mutual Appreciation (2005). Di sana, dia bertindak sebagai sutradara, penulis, dan aktor. Selain itu teknik yang digunakan dalam merekam dan mengedit dengan peralatan Steenbeck (perangkat yang digunakan untuk mengedit film sebelum era digital). Hingga kini, sebagai sutradara Andrew Bujalski telah menghasilkan 7 judul film, dua di antaranya adalah film pendek. Dia juga sering berkolaborasi dan berkontribusi sebagai aktor atau editor di film-film mumblecore yang lain. Ciri khas film-film Bujalski adalah latar belakang karakter yang kebanyakan lulusan universitas, kaum menengah, dan pegawai kantor. Selain itu, tema yang diangkat tak jauh-jauh dari keinginan akan keseimbangan dan stabilitas di kehidupan nyata.
Kreativitas Andrew Bujalski dalam membuat film dengan biaya minim juga telah diakui dengan namanya yang masuk di beberapa penghargaan. Funny Ha Ha, berhasil menyabet gelar film terbaik di Black Point Film Festival 2004 dan Independent Spirit Awards di tahun yang sama. Computer Chess (2013) memenangkan penghargaan di Sundance Film Festival dan San Francisco Film Critics Circle. Bahkan, karya terbarunya yang tak termasuk mumblecore, Results (2015), masuk nominasi film terbaik di Cleveland International Film Festival. Kehadirannya memang membawa kesegaran di dunia perfilman. Meski film-film mumblecore hanya tayang di festival-festival film, tapi subgenre ini terus berkembang dan menjadi alternatif para pembuat film indie lainnya. Maju terus “Godfather of Mumblecore”. - Kutu Kasur |
SEARCH
GET NOTIFIED
Archives
August 2017
|