Melalui The Shallows, Jaume Collet-Sera seolah menghentak khalayak ramai dan membuka mata, bahwa (mungkin) sebagian besar orang mengidap fobia tersembunyi, thalassophobia. Kita-terutama yang tidak terlalu sering melihat atau terlibat dalam kehidupan laut atau perairan-mungkin melihat laut sebagai suatu objek wisata, pelepas penat, dan hanya untuk menikmati keindahan. Namun di sisi lain, laut juga menyimpan cerita horor tersendiri dan siap menghinggapi siapapun dengan rasa ngeri berkepanjangan. Premis yang sederhana dibalut dengan skenario yang cukup rapi, serta camera work dan sinematografi yang ciamik. Sisi indah dan sisi horor laut, mampu dihadirkan secara bersamaan dalam satu scene sekaligus. Kekuatan akting melodramatis ala Blake Lively menjadi inti utama dalam film ini. Dia mampu menghadirkan ketegangan psikologis dan elemen survival yang kuat. Meskipun CGI yang dihadirkan naik turun, kadang ciamik kadang seolah menyaksikan "Sharknado". Namun kengerian terhadap teror dari laut dihadirkan dengan cukup nyata. Saya pun takjub pada beberapa adegan vital yang cukup membuat saya merintih-rintih sendiri bagai suster ngesot yang tangannya kejepit pintu, lolos sensor dan tidak dipotong, sehingga mampu menghadirkan teror psikologis yang utuh. Transisi per adegan pun dilakukan dengan cukup smooth, dan adegan "aksi bawah air" dieksekusi dengan rapi. Sehingga meskipun terlihat kisruh, penonton dapat menyaksikannya dalam sebuah visualisasi yang rapi. Scoring musik pun dilakukan dengan baik. Sound yang dipilih dalam built up sebuah scene cukup menyatu, sehingga mampu meningkatkan suasana horor dan menghadirkan jumpscare tersendiri. Sayangnya, terdapat beberapa adegan yang membuat rasa ketertarikan secara emosi akan film ini surut, karena terkesan kurang realistis. Hal ini dikarenakan sepanjang film, penonton diajak untuk hadir dalam adegan dengan situasi yang realistis, sehingga ketika rasa tersebut berkurang, tensi yang dihasilkan akan sedikit menurun.
Secara keseluruhan, The Shallows mampu menjadi salah satu pilihan bagi Kawan Kutu yang merasa jenuh akan pilihan film yang ada di bioskop. Secara tak terduga, kolaborasi Jaume-Collet Sera dengan kekuatan akting Blake Lively, membuat saya memberikan nilai 7 dari 10 untuk film mereka, bahkan mungkin sejujurnya, angka lebih tinggi mungkin akan saya berikan bila eksekusi bagian-bagian akhir dilakukan dengan lebih realistis. P.s : Untuk pengalaman lebih maksimal, saya sangat sarankan untuk menyaksikan film ini di studio IMAX atau versi 3D (bila ada). Overall: 7/10 - Kutu Klimis
0 Comments
Ada yang tahu siapa itu Donald Pandiangan, Nurfitriyana Saiman, Lilies Handayani, dan Kusuma Wardhani? Bila ada yang bilang "gue tahu" sebelum menyaksikan film ini, berarti ada 3 kemungkinan:
1. Sudah "berumur" 2. Rak buku sejarah, RPUL, dan Buku Pintar merupakan rak pertama yang didatangi bila ke Gramedia 3. Termasuk tipe personal "yang penting bilang iya dulu". Karena saya pribadi, (ironisnya) baru mengetahui nama tersebut setelah menyaksikan film ini. Film biopik ini berkisah tentang Donald Pandiangan serta 3 Srikandi Indonesia, Nurfitriyana Saiman, Lilies Handayani, dan Kusuma Wardhani yang merupakan mantan atlet panahan papan atas Indonesia pada masanya. Donald Pandiangan yang kala itu bertindak sebagai pelatih, bahkan mendapat julukan "Robin Hood dari Indonesia". Namun seperti biasa, saya tidak akan membahas isi dari film, karena tentunya kalian harus menyaksikan sendiri film ini. Ya, kalian tidak salah baca. Bagi saya film ini salah satu film yang "worth your penny". Bahkan bila dibandingkan dengan (mudah-mudahan gak kena semprot) Suicide Squad. Sejujurnya, saya sempat sinis terhadap film ini dan bergumam, "Buset! Reza Rahadian lagi?". Lalu saat melihat para pemeran wanita, "anjir ini mah Reza's Angels reunian". Tetapi tentunya kesinisan tersebut murni karena rasa spontan dan bawaan "budaya". Karena secara kualitas, para pemeran 3 Srikandi merupakan aktor dan aktris papan atas di Indonesia. Setelah mengetahui premis cerita, saya pun semakin merutuki kesinisan saya di awal. Bagi saya pribadi, film ini memang membutuhkan sosok seperti Reza Rahadian, Bunga Citra Lestari, Tara Basro, serta Chelsea Islan. Karena merekalah magnet utama bagi film ini. Kejelian departemen casting untuk menunjuk mereka patut saya apresiasi (meskipun terkesan itu lagi- itu lagi). Mengapa saya katakan bahwa film ini merupakan film yang "berani" serta "beresiko"? Karena tokoh-tokoh yang diangkat serta latar belakangnya merupakan salah satu yang tidak populer. Terlepas dari peran besar mereka dalam mempersembahkan medali pertama bagi Indonesia di ajang Olimpiade, setelah bertahun-tahun keikutsertaan Indonesia yang nirgelar. Namun mungkin akan lebih "booming" bila biopik seorang Rudy Hartono yang berhasil meraih juara All England sebanyak 8 kali, atau kisah pesepakbola tanah air semacam Ronny Pattinasarani, Ricky Yacobi, atau Ronny Pasla. Tetapi saya rasa akan terlalu mainstream bila hal itu dilakukan. Justru hal itu akan menghadirkan cetusan "itu lagi-itu lagi" bagi premis yang dibawakan. Karena pada faktanya, Indonesia bukan melulu tentang Badminton, histeria masyarakat akan olahraga bukan melulu melalui sepak bola, dan putra-putri bangsa yang mengharumkan nama Sang Saka Merah Putih di kancah dunia juga tidak itu-itu saja. Film ini dipadukan dengan script yang cukup baik. Penuturan cerita serta pendalaman karakter dari masing-masing Srikandi dilakukan dengan cukup detail dan dalam. Elemen drama dan humor yang diselipkan amat pas. Emosi yang dibawa oleh cerita turut membawa penonton ikut dalam tiap adegannya. Meskipun ada beberapa lubang dalam plot, serta kesimpangsiuran setting tempat, namun film ini masih cukup renyah untuk diikuti. Akting dari para pemeran sudah tidak perlu saya komentari. Masing-masing pemeran memberikan porsi yang pas. Reza Rahadian mampu membawakan karakter Bang Pandi dengan baik, meskipun saya tidak memiliki pembanding pasti, karena sang tokoh telah tiada. BCL pun tampil natural dalam perannya sebagai "Yana" dan membuat aktingnya seolah tanpa beban. Saya memberikan kredit tersendiri kepada Chelsea Islan sebagai "Lilies" dan Tara Basro sebagai "Suma" yang mampu mendalami peran dan karakter yang memiliki suku tertentu dengan amat baik. Sayangnya ada beberapa minus serta detail yang kurang maksimal dalam film ini. Ada beberapa adegan build up yang kemudian tidak dieksekusi sehingga menjadi adegan yang sebetulnya tidak perlu. Durasi film pun seakan dipaksakan agar menjadi lebih panjang, dan tidak langsung menuju inti. Detail extras ketika setting di Korea, terlihat terlalu modern untuk tahun 1988. Serta properti merk Aqua menggunakan logo terbaru (ini lebay sih, tapi tetap merupakan bagian detail properti). CGI pun bagi saya sebetulnya tidak begitu diperlukan untuk film ini. Namun secara keseluruhan, Iman Brotoseno sebagai sutradara berhasil mengarahkan film ini menjadi sebuah film yang fun dan fresh, juga mengingatkan kita bahwa Indonesia pun memiliki tokoh macam Coach Carter atau Michael Oher yang pantas diangkat kedalam sebuah biopik. Film ini pun mengajarkan kita untuk selalu berjuang dan percaya akan mimpi. Karena hal-hal besar, selain diraih karena perjuangan, (hampir selalu) berawal dari mimpi. Overall: 7/10 - Kutu Klimis Film dari negara yang dahulu bernama Persia ini memang tak henti-henti untuk selalu membuat saya penasaran yang berimbas kepada rasa takjub setelah menontonnya. Kali ini bukan drama yang mereka tawarkan, melainkan horor. Under the Shadow merupakan film arahan Sutradara Babak Anvari dari skrip yang juga ia tulis sendiri, menceritakan seorang keluarga di Tehran (Iran) yang diteror oleh makhluk halus pada masa pasca revolusi tahun 1980-an. Film ini mungkin akan sedikit mengingatkan kita dengan the Babadook (2014), yang juga memiliki kesamaan cerita mengenai hubungan ibu anak dalam melawan makhluk tak kasa mata yang ada di dalam rumah. Terlepas dari itu, Under the Shadow mampu menawarkan lebih dan memiliki keistimewaan sendiri. Dari segi pembangunan ceritanya, film ini tidak terburu-buru untuk segera memberikan rasa takut konstan kepada penonton. Babak Anvari jeli untuk memaksimalkan nilai-nilai budaya ke dalam Under the Shadow, salah satunya dengan memadukan kondisi perang yang sedang terjadi dengan makhluk gaib menurut ajaran Islam. Pun tak ketinggalan unsur politik dan kondisi sosial dalam masyarakat yang menjadikan film ini terasa pas dan benar adanya. Rasa takut dari horor yang disajikan Under the Shadow diisi pada titik dimana anda tak menduganya, sehingga menjadikan nuansa horor tersebut semakin menjadi-jadi. Gabungan psychology horor dan jump scare di film ini juga saling melengkapi dan tak bisa anda terka mau dibawa kemana arah ceritanya.
Akting dari masing-masing pemeran juga patut diacungi jempol terutama dari Narges Rashidi. Ia mampu menggambarkan seorang Ibu yang Independen, namun ringkih setelah ditinggal suami yang pergi mengemban tugas. Avin Manshadi yang berperan sebagai Dorsa juga tampil maksimal dengan ke-innocent-an nya sebagai bocah lucu yang sebegitunya terikat dengan boneka bernama Kimia, yang pada satu titik saya merasa si Dorsa lebih mirip bocah Jepang daripada Timur Tengah. Dengan durasi yang tak lebih dari 84 menit, Under the Shadow berhasil menjadi salah satu film (horor) terbaik tahun ini versi saya. Dan anda pun rasanya sangat-sangat tak boleh untuk melewatinya. Rating: 8/10 - kutu butara Beberapa hari sudah Suicide Squad dirilis, berbagai tanggapan serta kritik sudah bermunculan. Sebagian menganggap bahwa film ini merupakan "gebrakan" DC, dimana sebagian lain menganggap(judul)film "Suicide Squad" mengimplementasikan "tindakan" DC (juga WB) untuk keputusannya merilis film ini, yaitu "Suicide"(literally).
Setelah banyaknya tv spot, trailer, promo, dan segala bentuk advertisement yang dilakukan, bila kita jeli, cukup banyak adegan/percakapan yang di cut/diganti/bahkan dihilangkan. Meskipun belum dikonfirmasi, namun dikabarkan pula, bahwa DC dan WB memiliki 2 versi cuts, dimana cuts yang akhirnya dirilis di bioskop merupakan cuts dengan tone yang lebih light dan fun. Hal ini pula lah yang menjadi salah satu alasan mengapa Suicide Squad menjadi film yang memiliki reaksi beragam dengan mayoritas kritikan tajam. Saya mencoba menganalisa juga menghimpun dari beberapa sumber mengenai beberapa adegan/percakapan yang hilang/berubah dari versi trailer/tv spot/promo. Meskipun beberapa dari list ini belum dikonfirmasi kebenarannya, namun ada beberapa scene yang cukup terasa "hilang"-nya dari film. Berikut beberapa diantaranya : 1. Adegan dimana Deadshot menatap nanar dari dalam selnya sembari memikirkan putrinya sambil melihat hujan turun. 2. Adegan El Diablo yang mencoba membakar sebuah batang korek api, sebelum akhirnya memadamkannya karena ia sudah berjanji untuk tidak menggunakan lagi kekuatannya. 3. Boomerang "sexist" and "racist" part. Dalam interview awal, dikatakan bahwa akan ada adegan dimana Boomerang melakukan percakapan "khas" nya, namun karena tone film yang light, percakapan tersebut ditiadakan. 4. Backstory Killer Croc, dimana ia diceritakan sedang "membangun" namanya di dunia kriminal Gotham sembari menjadi "muscle-for-hire" untuk beberapa bos kriminal disana, sebelum akhirnya ia dihentikan oleh Batman. Adegan dimana Killer Croc membuat sebuah "sculpture" dalam trailer pun tidak nampak dalam filmnya. 5. Adegan Killer Croc kembali mendapat potongan, yakni adegan dimana ia mengalami mual ketika perjalanan di dalam helikopter menuju Midway City, dalam adegan tersebut Killer Croc memuntahkan separuh badan kambing makanannya, untuk kemudian ia makan kembali, dan membuat salah satu anggota Navy Seals mual melihatnya. Scene ini pun kabarnya dijelaskan dalam artikel di majalah Empire Magazine. 6. Adegan Rick Flag dan June Moon. Cukup banyak adegan mereka yang dipotong, yang membuat hubungan mereka terkesan kurang dalam di film. Adegan tersebut adalah adegan dimana Rick Flag dan June Moon bersama-sama melihat file anggota Suicide Squad yang dikirim oleh Amanda Waller serta adegan kencan mereka. 7. Adegan dimana Joker melakukan baku tembak dalam restoran, lalu ia dan anak buahnya melarikan diri. Kemudian Harley mengejarnya menggunakan motor dan menghalanginya. Kemudian terlihat Joker membenturkan kepalanya ke kaca dengan frustasi. 8. Adegan "i can't wait to show you my toys" antara Joker dan Griggs yang ada dalam setiap trailer, namun(kalau saya tidak salah ingat)hilang dari film. 9. Adegan dimana Harley dan Joker berkelahi, dan Harley menodongkan pistol ke kepala Joker. Kemudian Joker merayu Harley untuk menurunkannya, dan akhirnya, well, they kiss. 10. Adegan lengkap kejar-kejaran Joker-Harley dalam Purple Lamborghini dengan Batman dalam Batmobile, dimana melibatkan lebih banyak percakapan dari Harley dan Joker, juga adegan dimana Joker memukul atap "Purple Lamborghini"- nya. 11. Adegan "i'm not gonna kill you" Joker kepada Harley berbeda pace nya antara trailer awal dengan adegan akhir di film. 12. Adegan di Ace Chemical dimana Harley lompat ke dalam cairan kimia, seharusnya memiliki adegan dengan dialog Joker lebih banyak. 13. Adegan dimana Harley mengokang tongkat baseballnya seolah-olah itu senapan. 14. Adegan dalam bar, dimana Harley menjadi bartender and then Deadshot calls for a shot, kemudian Katana meminta Whiskey, Croc dan Boomerang meminta beer, kemudian Diablo hanya berkata "water". Harley kemudian menjawab "that's a good idea honey". Adegan tersebut terdapat dalam trailer, namun kemudian dalam film adegan tersebut "hilang". 15. Adegan interaksi Harley dan Boomerang, dalam cuts awal, seharusnya Harley menunjukkan bahwa ia tidak menyukai Boomerang, namun akhirnya dalam cuts yang dirilis menunjukkan afeksi Harley kepada seluruh anggota. 16. Beberapa adegan Joker yang dihapus yang juga dikonfirmasi oleh Jared Leto. Hal ini dilakukan untuk "mengubah pandangan" akan hubungan antara Joker dan Harley, dimana seharusnya hubungan Joker dan Harley merupakan hubungan yang abusive, namun akhirnya mereka lebih terlihat seperti pasangan kekasih. 17. Adegan dalam helikopter ketika Joker menyelamatkan Harley dimana seharusnya dalam cuts awal, Joker dan Harley terlibat argumen, kemudian ia mendorong Harley terlebih dahulu sebelum helikopter ditembak jatuh. Namun dalam cuts yang dirilis, Joker mendorong Harley ketika pesawat sudah ditembak jatuh.(yang tentunya justru malah menunjukkan "sisi cinta" Joker pada Harley) 18. Kemunculan Joker dalam scene final fight di subway, dimana ia muncul dengan wajahnya yang setengah terbakar setelah helikopternya jatuh. Ia kemudian mengajak Harley untuk pergi bersamanya, namun Harley menolak karena ingin membantu teman-temannya. Akhirnya Joker melempar granat ke tengah-tengah squad dan kemudian melarikan diri. Meskipun belum seluruhnya dikonfirmasi secara resmi, beberapa adegan yang kemungkinan dihilangkan maupun diganti tersebut cukup memberikan alasan akan kritik tajam yang didapatkan oleh Suicide Squad versi theater. Selain karena pemaksaan tone yang diubah, cukup banyak adegan Joker yang dipotong, membuat kehadirannya dalam versi teater terasa hanya menjadi "pelengkap". Bagaimana menurut Kawan Kutu mengenai kemungkinan cuts dan perubahan adegan tersebut? Apa ada dari Kawan Kutu yang menyadari perubahan adegan lain? Feel free to share your thoughts! Source : * youtube.com * comicbook.com * heroichollywood.com - Kutu Klimis Menjadi karakter "super" dalam installment game Arkham, lalu diperankan secara maksimal oleh Margot Robbie dalam live action Suicide Squad, semakin menajamkan citra "wanita perkasa" dalam diri Harley Quinn, selain itu, dapat dipastikan mungkin hampir 8 dari 10 orang akan menyatakan bahwa Harley Quinn merupakan karakter yang "seksi", dengan suara "manja" yang khas, pakaian serba minim, dan lekuk tubuh yang "menarik". Ia pun digambarkan sebagai pasangan "sehidup-semati" ala Romeo-Juliet bagi karakter The Joker.
Namun tahukah Kawan Kutu? Meski digambarkan sebagai sosok yang "pintar namun gila", "sexy", dan memilki label "strong woman"(bahkan membuat beberapa orang seolah "terinspirasi"), sosok dan karakter asli Harley Quinn menggambarkan maksud yang 180 derajat dari semua itu. Pada awal-awal kemunculannya, serta kehadirannya dalam film seri animasi "Batman" di dekade 90an, karakter Harley Quinn digambarkan merupakan perwujudan metafor dari gabungan antara "kekerasan" dan "tragedi". Ia merupakan Psikiatris yang ditugaskan menangani Joker, tetapi malah ia yang dipermainkan. Joker "mencuci otak" Harley dan membuatnya menjadi "peliharaan". Membentuknya menjadi "budak" yang tergila-gila akan dirinya. Joker tidak pernah merasa bahwa Harley merupakan pasangannya, namun ia tetap "mengikat" Harley karena ia tahu bahwa Harley bisa dimanfaatkan. Ia bahkan hanya perduli pada Harley bila itu merupakan hal yang berhubungan langsung dengan rencananya. Karakter Harley merupakan karakter dengan "pesan tersembunyi", bahwa semua orang(terutama wanita)harus waspada terhadap kekerasan yang mungkin dapat terjadi, yang justru melibatkan orang terdekat, baik itu kekerasan fisik, maupun kekerasan secara psikis. Jadi, masih beranggapan bahwa Harley Quinn "sekadar" tangguh dan sexy? Masih membuat hubungan Joker-Harley sebagai relationship's goal? Hmm, coba dipertimbangkan lagi deh, Kawan Kutu. - Kutu Klimis |
SEARCH
GET NOTIFIED
Archives
August 2017
|