OBVIOUSLY SPOILERS! Memasuki episode ketujuh, The Walking Dead akhirnya memilih untuk menghindari kekecewaan penonton. Kabar yang ditunggu-tunggu disajikan sebagai adegan pembuka. Glenn masih hidup, Kawan Kutu. Saya ulangi, Glenn masih hidup! Ya bagi para pengikut serial televisi, tentu banyak yang senang berspekulasi dan menjadi sok tahu (ini termasuk saya). Apapun dugaannya, yang pasti akan berkaitan dengan jalan cerita. Entah itu nasib seorang karakter hingga ke hal-hal semacam easter egg (sebutan pada detil-detil yang sering digunakan para sineas untuk menghadirkan lelucon, pesan rahasia, dan sebagainya). Nah, tentu para penonton benci dikecewakan, betul? Maka berbahagialah kalian yang berharap dan berspekulasi Glenn masih hidup. Selain masih hidupnya Glenn, yang menarik dari episode Heads Up adalah banyaknya karakter yang dilibatkan. Memang tak semuanya mendapat peran yang dominan, beberapa hanya muncul dengan dialog singkat. Bisa dibilang episode kali ini lebih menonjolkan konflik antar penduduk di Alexandria. Glenn, Enid, dan Balon Bagian yang paling menyenangkan dalam menonton sebuah film adalah jalan cerita yang sulit diterka. Pertemuan Glenn (Steven Yeun) dan Enid (Katelyn Nacon) adalah salah satunya. Glenn lolos dari kerubungan walkers dengan menyelinap ke bawah sebuah container sampah. Dia menunggu hingga walkers pergi. Setelah itu dia keluar dari persembunyiannya dan mencari air. Tiba-tiba Enid muncul dan memberi sebotol air. Pasti masih ingat bahwa Enid dan Glenn adalah dua karakter yang menjadi pusat perhatian di episode JSS dan Thank You. Dua orang ini juga yang telah menimbulkan berbagai spekulasi. Enid diisukan menjadi mata-mata bagi Wolves sedangkan Glenn terus dinanti dan dipertanyakan hidupnya. Siapa yang menyangka bahwa Enid malah menjadi orang pertama yang ditemui Glenn. Tentang balon, mereka melakukan hal cerdas. Sebelumnya, Glenn memang berjanji akan memberi tanda ketika dia berhasil bertahan di luar sana. Dengan pistol suar yang rusak, tentu Glenn butuh sesuatu. Beruntung dia bersama Enid, dia lah yang tertarik membawa serta balon-balon itu. Di akhir episode pun, tampaknya semua penduduk Alexandria yang sedang berada di luar bangunan menyadari balon-balon tersebut. Maggie (Lauren Cohan) dengan antusias menghampiri gerbang dan memberi tahu bahwa itu tanda dari Glenn. Menunggu Pembuktian Morgan Saat melihat pembicaraan antara Rick (Andrew Lincoln), Michonne (Danai Gurira), Morgan (Lennie James), dan Carol (Melissa McBride), saya semakin yakin bahwa episode Now semakin tak berguna. Mengingat pribadi Rick yang keras, rasanya di luar akal jika mereka harus menunggu keesokan hari untuk mendiskusikan hal sepenting ini. Lagipula, Carol yang selalu kritis dengan keutuhan kelompok, harusnya tak bisa tinggal diam ketika Rick datang. Selain rentetan kejadian yang disebabkan oleh Wolves, Morgan menjadi sorotan Rick. Keputusannya yang melepas beberapa Wolves berakibat mereka juga membahayakan nyawa Rick. Perdebatan tentang “All life is precious” lebih menyudutkan Morgan. Rick pun meminta dia untuk membuktikan bahwa dia bisa membunuh demi membantu kelompoknya. Nyatanya tak semudah itu. Morgan sudah kepalang menyembunyikan salah seorang Wolves. Parahnya sandera ini juga sudah diambang kematian. Untuk itu Morgan mencoba meminta bantuan Denise (Merritt Wever) untuk mengobati “luka” si Wolves ini. Carol melihatnya dan dihentikan Morgan di pintu masuk. Dan rasanya pembuktian Morgan tak akan datang dalam waktu dekat, mengingat apa yang terjadi di akhir episode. Ricktatorship! Sejak di awal season, Rick seperti ingin menyingkirkan para orang-orang tak berguna di Alexandria. Ya harapannya terkabul dengan bantuan serangan Wolves. Masih ingat ketika dia dengan sengaja membiarkan beberapa orang Alexandria menghadapi walkers saat membangun dinding untuk “karnaval zombie”. Meski akhirnya dia ikut membunuh walkers saat Morgan memilih tak mengambil risiko lebih jauh. Memang alasannya adalah orang Alexandria lemah dan rentan terhadap serangan dari luar. Namun Rick memilih cara “kasar” untuk mengendalikan Alexandria. Akibatnya alih-alih bertambah kuat, beberapa orang malah menghindari Rick. Contoh jelasnya bisa kita lihat di episode ini. Pertama Ron (Austin Abrams), dia berhasil mendapatkan pistol dan mencuri peluru. Terakhir terlihat, dia menguntit Carl (Chandler Riggs) dari belakang. Kedua Spencer (Austin Nichols), yang secara brilian ingin keluar dari Alexandria dengan bergelantung di seutas tambang. Memaksa Tara (Alanna Masterson) untuk melepaskan beberapa tembakan kepada walkers di bawahnya. Rick pun marah kepada Tara, karena membahayakan nyawa wanita tersebut. Spencer memang selamat, tapi dia menjelaskan alasannya untuk memberi tahu Rick sebelumnya. Ya, dia ragu bahwa Rick akan menyetujui usulnya. Belum lagi dengan aksi konyol Rick melepas semacam pamflet yang ditempel Gabriel (Seth Gilliam). Terlalu kekanakan rasanya. Bukan mustahil jika nanti ada warga Alexandria yang diusir atau dibunuh lagi oleh Rick. Episode Heads Up secara keseluruhan cukup menarik. Apalagi dengan ending yang menggantung, sebuah menara rubuh ke arah Alexandria. Di tengah-tengah konflik internal Alexandria, mereka harus dipaksa bersatu untuk menyelamatkan kota kecil itu. Episode yang solid saya rasa. Kombinasi dari sutradara David Boyd dan penulis Channing Powell ini berjalan baik. Episode ini bisa terlihat menarik tanpa ada satu pun kematian. Diisi dengan dialog dan mengangkat konflik internal lebih dalam, tapi tak terasa membosankan. Yang meragukan hanya bagaimana kebanyakan walkers tak bisa mencium ada manusia hidup yang lebih segar daripada mayat Nicholas. Seperti yang dikatakan di atas, episode ini melibatkan banyak karakter. Bahkan Rosita (Christian Serratos) pun mendapatkan porsi yang cukup besar. Saya pribadi sangat senang sekaligus kecewa dengan episode ini. Ya kalau dipikir lagi, harusnya Heads Up ini bisa ditempatkan di episode Now lalu. Satu-satunya alasan ditempatkan setelah Always Acountable adalah pihak The Walking Dead ingin mengulur-ulur tentang nasib Glenn dan tidak terburu-buru dengan rubuhnya menara Alexandria. Oh ya, ada yang melihat Heath? - Kutu Kasur
0 Comments
Akhirnya penyelenggaraan Festival Film Indonesia 2015 telah usai. Ajang yang digelar di Indonesia Convention Expo, Tangerang, Banten, ini sudah mendapatkan para pemenangnya. Film terbaik dianugerahkan kepada Siti karya Eddie Cahyono. Sedangkan Joko Anwar menyabet gelar sutradara terbaik dengan A Copy of My Mind. Berikut adalah daftar lengkap para pemenang:
Film Terbaik: Siti (Fourcolors Films) Sutradara Terbaik: Joko Anwar (A Copy of My Mind) Penulis Skenario Terbaik: Eddie Cahyono (Siti) Penulis Skenario Adaptasi Terbaik: Jenny Jusuf (Filosofi Kopi) Pemeran Utama Pria Terbaik: Deddy Soetomo (Mencari Hilal) Pemeran Utama Wanita Pria Terbaik: Tara Basro (A Copy of My Mind) Pemeran Pendukung Pria Terbaik: Mathias Muchus (Toba Dreams) Pemeran Pendukung Wanita Terbaik: Christine Hakim (Pendekar Tongkat Emas) Pemeran Anak Terbaik: Aria Kusumah (Pendekar Tongkat Emas) Film Pendek Terbaik: The Fox Eploits the Tiger's Might (Babi Buta Film) Film Animasi Terbaik: GWK (Alam Sutera) Film Dokumenter Panjang Terbaik: Mendadak Caleg (M-Docs) Film Dokumenter Pendek Terbaik: Tino Sidin Sang Guru Gambar (Fakultas Film dan Televisi IKJ) Film Televisi Terbaik: Hati-Hati Dengan Hati (SCTV) Pengarah Sinematografi Terbaik: Ipung Rachmat Syaiful (Guru Bangsa Tjokroaminoto) Pengarah Artistik Terbaik: Allan Sebastian (Guru Bangsa Tjokroaminoto) Penata Efek Visual Terbaik: FIXIT Works (Supernova) Penyunting Gambar Terbaik: Ahsan Adrian (Filosofi Kopi) Penata Suara Terbaik: Khikmawan Santosa, Yusuf A. Patarwani (A Copy of My Mind) Penata Musik Terbaik: Krisna Purna (Siti) Perancang Busana Terbaik: Retno Ratih Damayanti (Guru Bangsa Tjokroaminoto) Bagaimana pendapat Kawan Kutu tentang para pemenang? Sedikit saran untuk yang masih meragukan kualitas film Indonesia, cobalah tonton deretan karya penyabet penghargaan Festival Film Indonesia 2015 ini. Tapi untuk sekarang mari kita apresiasi sebesar-besarnya untuk para pemenang. Semoga dunia perfilman Indonesia terus berkembang dan semakin baik. - Kutu Kasur Buckle Up!! Wing Chun master is back in business, now he's gonna face boxing legend, Mike Tyson as the villain!! Donnie Yen kembali memerankan Yip Man dalam franchise yang sudah cukup lama "terkubur" dan kini sudah memasuki seri ke-3. Rencananya film ini akan dirilis 22 Januari 2016. Menurut info, Bruce Lee remaja akan turut dihadirkan sebagai cameo di film ini. Siapa pemerannya? Kawan Kutu penasaran? Silahkan intip trailernya, and get ready to feel the YIP-Beat. Ciaaatt!! Trailer ini merupakan request dari salah satu Kawan Kutu -Kutu Klimis
Kira-kira bagaimana ya masa tua seorang Sherlock Holmes? Nah, film ini akan memberikan sudut pandangnya. Cerita ini berlatar belakang pada masa setelah Perang Dunia 2, dimana Tuan Holmes yang saat itu berusia sekitar 90 tahun lebih, telah memasuki masa pensiunnya sebagai seorang detektif. Namun kasus terakhir yang diterimanya, dirasa masih belum sepenuhnya terpecahkan. Holmes tua bukan tanpa masalah, sama seperti kebanyakan orang seumurnya, dia harus berjibaku dengan kepikunan yang mulai menerpa. Iya berusaha mengingat kembali rentetan kejadian perihal sudah sejauh mana penanganan kasusnya yang terakhir. Dalam pencarian fakta mengenai kasus tersebut, ia sebenarnya telah mendapat penjelasan dari tulisan Dr. Watson yang di film ini diceritakan telah tiada, tapi ia merasa tulisan tersebut terlalu membesar-besarkan mengenai apa yang sebenarnya terjadi. Tuan Holmes kemudian pergi ke Jepang untuk mencari ramuan untuk melawan kepikunan. Sekembalinya ke Inggris ia dirawat oleh seorang pembantu dan anak laki-lakinya. Tak disangka anak tersebut menjadi teman baru dan membantu Tuan Holmes untuk mengembalikan potongan demi potongan ingatannya. Film ini memiliki alur yang tidak biasa namun asyik untuk diikuti. Sir Ian Mckellen yang memerankan Tuan Holmes, secara apik mampu menggambarkan sosok Sherlock tua yang tetap tidak kehilangan kecerdasannya. Selain menitikberatkan dalam pencarian fakta kasus Tuan Holmes yang terakhir, film ini juga menampilkan drama yang tumbuh diantara hubungan Tuan Holmes, pembantu, serta anaknya yang menarik untuk diikuti. Tulisan ini merupakan request dari salah satu Kawan Kutu kalo Kawan Kutu pengen juga minta informasi apa aja soal film, silakan chat atau komen kami di akun official line (klik lewat smartphone), akun fanpage facebok atau mention di twitter kita! Akhir kata, mengutip pernyataan Gandalf the Grey. YOU. SHALL. NOT. PASS… this movie.
Oleh: Kutu Butara Kawan Kutu pasti sudah tidak asing lagi dengan aktor kawakan kelahiran Mount Vernon, New York, Amerika Serikat 60 tahun yang lalu ini. Denzel Washington merupakan salah satu aktor yang sudah malang-melintang membintangi berbagai genre film Hollywood, dan sebagian besar filmnya selalu ramai diperbincangkan oleh para kritikus film serta masuk nominasi untuk mendapatkan penghargaan. Ketika kita mendapat request untuk memilih film mana yang menjadi film terbaik dari Denzel Washington, well, that definitely not an easy task, but here is our version of Denzel Washington best Movies. Let’s count the number down. 5. Remember The Titans Film ini merupakan film drama bertema olahraga yang mengangkat isu rasialisme di Amerika Serikat dan berdasarkan kisah nyata, tepatnya di wilayah Virginia. Denzel berperan sebagai Harold Boone, seorang pelatih American Football yang mendapat mandat federal untuk melatih tim sekolah TC William Hgh School, dimana sekolah tersebut merupakan sekolah integrasi kulit hitam dan kulit putih. Coach Boone harus bekerja sama dengan dengan Bill Yoast (Will Patton). Kawan Kutu akan menyaksikan satu scene yang inspiratif dimana Denzel memberikan pidato singkat kepada anak asuhnya mengenai isu rasialisme yang mereka hadapi, selain itu film ini amat menyentuh dari sisi cerita dan totalitas karakter yang dibawakan Denzel serta pemain lain. 4. john Q John Quincy Achibald adalah seorang ayah yang mengalami kepanikan karena anaknya menderita gagal jantung. John memiliki dua pilihan, operasi pencangkokan jantung, atau membiarkan anaknya meninggal. Dokter dan pihak rumah sakit meminta John menyediakan $250.000 sebagai biaya cangkok jantung anaknya. Ketika John berusaha mencari uang tersebut, ternayata pihak rumah sakit memutuskan untuk memulangkan anaknya, istrinya kemudian meminta John untuk melakukan sesuatu. Tanpa pikir panjang John membawa sepucuk senjata, dan di tengah kekalutannya ia mengancam pihak rumah sakit serta melakukan penyanderaan agar segera mencarikan donor untuk anaknya. Tidak ada adegan baku hantam atau ledakan di film ini, setting yang disajikan pun 85% di rumah sakit tempat John melakukan penyanderaan. Namun disinilah kepiawaian Denzel dalam mebangun emosi serta membawakan perannya sebagai seorang ayah dengan baik. Memang bila dibandingkan dengan film lain, mungkin Denzel tidak mengeksplorasi kemampuan aktingnya secara maksimal disini, namun film ini memiliki muatan misi dan pesan mengenai buruknya sistem asransi di Amerika kala itu, dan melalui penampilannya, Denzel berhasil membawakan isi pesan tersebut dengan baik. 3. The Hurricane Diangkat dari kisah nyata tentang Rubin Carter, seorang petinju berprospek cerah yang mengalami nasib buruk dimana ia dituduh melakukan pembunuhan dan didakwa dengan hukuman penjara 3 kali seumur hidup(hukuman mati yang diperhalus). Setelah menjalani periode penjara selama 20 tahun, dan didalam keputus asaannya, ada seorang pemuda yang membaca buku autobiografinya dan tertarik akan kasus Rubin dan menganggap bahwa Rubin tidak bersalah. Dengan malkukan segala cara dan mencari berbagai dukungan, pemuda ini mengangkat kasus Rubin kembali ke permukaan dan berusaha menegakkan keadilan untuk Rubin “Hurricane” Carter. Kawan kutu dapat menyaksikan akting maksimal Denzel Washington sebagai Rubin Carter dalam film ini, meskipun tidak meraih penghargaan individu, dalam film ini Denzel mampu memberikan akting terbaiknya dan semakin mengukuhkan bahwa ia merupakan aktor papan atas. 2. Glory. Glory merupakan sebuah film drama perang hasil adaptasi surat pribadi Koloenel Robert Gould Shaw, novel “One Gallant Rush” karya Peter Burchard, dan buku kumpulan foto dari pasukan relawan Massachusetts ke 54 karya Lincoln Kirsten. Film ini memiliki setting pada masa Civil War, dan Amerika masih dipimpin oleh Abraham Lincoln. Film ini berfokus kepada Colonel Robert Gould Shaw yang bermaksud membentuk rezim pasukan sendiri yang terdiri dari budak kulit hitam yang berhasil ia bebaskan. Denzel Washington sendiri berperan sebagai seorang prajurit bernama Silas Trip, yang digambarkan seorang parjurit yang keras kepala. Denzel tidak menjadi pemeran utama dalam film ini, namun dalam film ini kualitas akting Denzel dapat dikatakan merupakan salah satu yang terbaik, dia mampu beradu akting dengan sang pemeran utama kala itu, Matthew Broderik, serta Morgan Freeman. Dari film ini pula, Denzel Washington berhasil membawa pulang Oscar pertamanya dalam kategori pemeran pembantu terbaik. 1. Training Day Beranjak dari kebiasaan, dalam film ini Denzel berperan sebagai seorang “Dirty cop”, bernama Alonzo Harris yang harus menjadi mentor serta pendamping bagi Jake Hoyt yang diperankan oleh Ethan Hawke. Film ini mengangkat kisah mengenai bagaimana korupnya divisi narkotika di kepolisian Los Angeles, serta bagaimana Harris membawa Hoyt menjadi seorang Polisi narkotik dengan cara dan gayanya sendiri. Film ini membawa Denzel Washington menjadi pemenang Oscar kategori bergengsi yakni pemeran utama terbaik, selain itu film ini merupakan kolaborasi terbaik Denzel dengan sutradara Antoine Fuqua. Tulisan ini merupakan request dari salah satu Kawan Kutu kalo Kawan Kutu pengen juga minta informasi apa aja soal film, silakan chat atau komen kami di akun official line (klik lewat smartphone), akun fanpage facebok atau mention di twitter kita! Kalau menurut Kawan Kutu apa aja film terbaik Denzel Washington? Kasitau dalam comments ya!
-Kutu Klimis |
SEARCH
GET NOTIFIED
Archives
August 2017
|